Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Para Pengamat Sebut Sanksi AS Kepada Iran ‘Tidak Masuk Akal’

Para Pengamat Sebut Sanksi AS Kepada Iran ‘Tidak Masuk Akal’



Berita Baru, Internasional – Upaya Presiden AS, Donald Trump, untuk mengembalikan sanksi PBB terhadap Iran setelah keluarnya Washington dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) dua tahun lalu merupakan tindakan yang tidak masuk akal, kata akademisi Iran dan Inggris.

Pada 19 September, pemerintahan Trump menyatakan bahwa ia akan memberlakukan kembali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Iran karena dinilai kinerjanya tidak signifikan dengan komitmennya di JCPOA. Seperti mengutip mekanisme snapback yang ditetapkan dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB ( UNSCR) 2231 tentang pemulihan semua batasan yang ada sebelum adopsi resolusi.

Pada 20 Agustus 2020, Washington memberi tahu Dewan Keamanan bahwa AS akan memilih mekanisme untuk melanjutkan sanksi pada 20 September dan mendesak negara-negara anggota badan internasional untuk mengikutinya.

Namun beberapa negara lain yang juga tergabung dalam penandatanganan JCPOA 2015 seperti Inggris, China, Prancis, Jerman, dan Rusia – yang secara sepihak diberhentikan oleh Trump pada Mei 2018 – tidak menyetujui diberlakukannya kembali sanksi terhadap Teheran.

Pada Agustus 2020, PBB menjelaskan bahwa upaya Trump untuk memulai mekanisme snapback tidak memiliki dasar hokum karena AS tidak lagi menjadi anggota dalam kesepakatan nuklir Iran.

“Jika untuk menjelaskannya secara memadai, orang Amerika telah meninggalkan JCPOA, menurut anggota JCPOA yang tersisa, oleh karena itu mereka kehilangan hak untuk menggunakan mekanisme snapback”, kata Seyed Mohammad Marandi, seorang profesor dari Universitas Teheran yang menjadi anggota delegasi Iran dalam perundingan kesepakatan nuklir 2015.

“Itu kesalahan bodoh mereka sendiri, mereka seharusnya menggunakan mekanisme snapback ini saat itu atau mereka seharusnya tetap di JCPOA dan menggunakannya sekarang, tetapi mereka melakukan langkah yang sangat bodoh,” jelasnya.

Menurut John Dunn, professor emeritus teori politik di Cambridge University mengatakan bahwa upaya Trump sama sekali taka da gunanya.

“Saya tidak tahu inisiatif baru ini dari siapa”, kata John Dunn. “Jika itu adalah ide Trump sendiri, tidak ada alasan untuk berasumsi bahwa itu masuk akal secara instrumental”.

Dunn mengakui bahwa sanksi Amerika cukup efektif untuk menutup hubungan perdagangan  Iran dengan pihak mana pun yang lebih signifikan ketimbang AS, tetapi dia tidak melihat adanya  kekuatan koersif untuk menjadi landasan AS dalam memberlakukan sanksi.

“Tentu saja selalu ada pengacara di Amerika dapat memperdebatkan ini jika mereka dibayar, tetapi saya tidak berpikir ini adalah ide yang berasal dari staf hukum Departemen Luar Negeri”, sarannya.

Menurut Marandi, sanksi baru AS tidak akan ada bedanya bagi Iran, karena tekanan Amerika kepada Iran sudah cukup maksimal yang artinya hanya akan mengulang sanksi-sanksi lama.

“Setiap-sanksi baru pada dasarnya akan menjadi pengulangan dari sanksi lama, sama seperti semua yang telah kita lihat dalam beberapa bulan terakhir atau tahun lalu, hanya pengulangan dari sanksi sebelumnya, jadi tidak ada yang akan berubah, tidak peduli apa yang dilakukan orang Amerika” .

Pada November 2018, pemerintahan Trump secara resmi mengaktifkan kembali semua pembatasan terhadap republik Islam yang telah dicabut sebelum Gedung Putih menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran. Pada bulan April, AS melarang Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) dan menetapkannya sebagai organisasi teroris, sementara pada bulan Juni dan Juli 2019 Washington memberlakukan pembatasan ekonomi dan perjalanan terhadap pejabat tinggi Iran. Dalam beberapa bulan berikutnya, AS menargetkan Badan Antariksa Iran, Bank Sentral Iran (CBI), Dana Pembangunan Nasional Iran (NDF), dan sektor konstruksi Iran. Selain itu, Gedung Putih melanjutkan dengan tindakan hukuman terhadap perusahaan asing yang melakukan bisnis dengan Iran.

Mengumumkan dimulainya kembali semua sanksi PBB terhadap Iran minggu lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara khusus menjelaskan bahwa Amerika Serikat mengambil tindakan tegas ini karena selain kegagalan Iran dalam melaksanakan komitmen JCPOA, Dewan Keamanan gagal untuk memperpanjang embargo senjata PBB atas Iran, yang telah diberlakukan selama 13 tahun.

“Ini adalah kemenangan politik bagi Iran yang tidak membawa roti ke meja, tetapi dalam jangka panjang membantu melemahkan hegemoni Amerika, di samping masalah lainnya,” kata akademisi Iran itu.