Pakar Ekonomi Dorong Penguatan Ekonomi Syariah di Era Prabowo Dalam Gelaran Diskusi Publik INDEF
Berita Baru, Jakarta – Dalam sebuah diskusi publik yang diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dengan tema “Prospek Kebijakan Pengembangan Ekonomi Keuangan Syariah di Era Prabowo,” para pakar ekonomi menyampaikan pandangan mereka terkait masa depan ekonomi syariah di Indonesia. Diskusi ini diadakan secara daring melalui Zoom pada Jumat (30/8/2024) dan dihadiri oleh berbagai pembicara terkemuka, termasuk Prof. Nur Hidayah, Dr. Hakam Naja, Dr. Handi Risza, dan Izzudin Al Farras.
Prof. Didik J. Rachbini, Ekonom Senior INDEF sekaligus Rektor Universitas Paramadina, membuka diskusi dengan menekankan pentingnya integrasi ekonomi syariah dengan ekonomi normatif. “Ekonomi syariah memiliki prospek yang besar, dan ini adalah momen penting untuk membahas bagaimana ekonomi syariah dapat berkembang di era Prabowo,” ungkapnya. Prof. Didik juga menggarisbawahi bahwa diskusi ini merupakan pra-seminar menjelang seminar internasional yang akan diadakan bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk lebih mendalami kontribusi ekonomi syariah, termasuk dalam bidang makanan halal dan pariwisata halal.
Dr. Hakam Naja, Anggota DPR RI periode 2014-2019, menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengoptimalkan potensi ekonomi syariah. “Saat ini, eksportir makanan terbesar ke negara-negara OKI (Organisasi Kerjasama Islam) adalah Brazil, Amerika, dan India. Indonesia berada di posisi lebih rendah, padahal kita memiliki potensi besar,” jelasnya. Hakam juga menekankan perlunya belajar dari Malaysia yang berhasil membangun manajemen perekonomian syariah dengan baik. “Di Malaysia, perekonomian syariah benar-benar hidup, dengan perbankan syariah yang mencapai 40%,” tambahnya.
Dr. Handi Risza, Wakil Rektor Universitas Paramadina, memberikan pandangan optimis terkait masa depan ekonomi syariah di Indonesia. “Pada tahun 2024, Indonesia diharapkan menjadi industri halal terbesar di dunia. Potensi ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin di bawah pemerintahan baru,” tuturnya. Handi juga mengingatkan bahwa sektor ekonomi Islam memiliki prospek yang sangat menjanjikan di pasar global, dengan total aset keuangan syariah global yang diprediksi mencapai US$6,6 miliar pada tahun 2027. “Indonesia harus memanfaatkan posisi sebagai negara dengan populasi muslim terbesar untuk menjadi role model dalam perkembangan ekonomi global,” tegasnya.
Prof. Nur Hidayah dari UIN Jakarta menambahkan bahwa di era kepemimpinan Prabowo, ekonomi syariah harus menjadi bagian integral dari rencana pembangunan jangka menengah dan panjang. “Strategi utama dalam pengembangan ekonomi syariah di era Prabowo mencakup penguatan regulasi dan kelembagaan, pengembangan industri halal, serta pemberdayaan zakat, infaq, shodaqoh, dan waqaf (ZISWAF),” paparnya. Nur Hidayah juga menekankan pentingnya memastikan bahwa Indonesia mampu bersaing di panggung internasional sebagai pusat industri halal terkemuka.
Izzudin Al Farras, peneliti INDEF, menutup diskusi dengan menyoroti perkembangan pesat di sektor pasar modal syariah dan perbankan syariah. “Meskipun aset terus meningkat, peringkat Indonesia dalam industri syariah global menurun, menunjukkan bahwa kita harus meningkatkan kecepatan dan efektivitas kebijakan untuk mengejar ketertinggalan,” kata Farras. Ia juga mencatat bahwa ekonomi halal Indonesia memiliki potensi besar, dengan nilai ekspor produk halal mencapai 15,87 miliar USD pada tahun 2022.