OJK Targetkan 99 PLTU Berbasis Batu Bara Ikut Perdagangan Bursa Karbon
Berita Baru, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki target ambisius untuk mengikutsertakan 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara dalam perdagangan bursa karbon pada tahun ini.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, yang berharap bahwa 99 PLTU ini, yang setara dengan 86 persen dari total PLTU di Indonesia, akan mulai bertransaksi melalui bursa karbon tahun ini.
“Harapan kami adalah agar PLTU dapat mulai bertransaksi melalui bursa karbon tahun ini juga,” kata Mahendra pada Selasa (27/9/2023). Data mengenai jumlah PLTU ini diperoleh dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero).
Selain subsektor pembangkit tenaga listrik, sektor-sektor lain seperti kehutanan, pertanian, limbah, migas, industri umum, dan kelautan juga akan mengikuti perdagangan karbon. Hal ini menjadikan Bursa Karbon Indonesia menjadi salah satu yang terbesar dan paling penting di dunia karena volume dan keragaman unit karbon yang akan diperdagangkan serta kontribusinya terhadap pengurangan emisi karbon, baik di tingkat nasional maupun global.
Mahendra Siregar juga mengutarakan bahwa salah satu instrumen yang mendukung perkembangan pasar karbon adalah melalui pajak karbon, namun, ia menekankan implementasinya akan dilakukan secara hati-hati.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa Bursa Karbon Indonesia dapat berperan penting dalam melawan krisis iklim. “Hasil dari perdagangan ini akan direinvestasikan kembali pada upaya menjaga lingkungan, khususnya melalui pengurangan emisi karbon,” ujarnya.
Jokowi juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam solusi berbasis alam atau nature-based solutions dan mencatat bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki 60 persen pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam.
Berdasarkan data tersebut, Jokowi menyebut potensi kredit karbon Indonesia mencapai satu gigaton karbon dioksida, dengan estimasi potensi Bursa Karbon Indonesia mencapai lebih dari Rp3.000 triliun.
“Tentu ini akan menjadi kesempatan ekonomi yang ramah lingkungan seiring dengan tren dunia menuju ekonomi hijau,” tambahnya.