Nurul Bahrul Ulum: Pesantren Perlu Punya Perspektif Keadilan Gender
Berita Baru, Nasional – Lembaga strategis berbasis Islam seperti pesantren perlu memiliki perspektif keadilan gender karena memiliki pengaruh besar dan akan terus melahirkan kader dan penerus Islam, sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Yayasan Pesantren Manarul Huda, Garut dan Manajer Kupipedia, Nurul Bahrul Ulum.
Belum lama ini, Indonesia diguncang dengan kasus pemerkosaan yang dilakukan pengasuh Islamic Boarding School di Bandung terhadap 21 santriwati. Akibatnya, 8 orang telah hamil dan melahirkan, sementara 2 diantaranya masih mengandung. Berkaca dari kasus ini, penting untuk menilik kembali bagaimana lembaga Islam merespon kasus kekerasan seksual?
Kepada Beritabaru.co Nurul mengatakan, belum ada skema pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan berbasis Islam. “Setahu saya belum ada. Bahkan bukan sekadar skema, pengetahuan tentang kekerasan seksual, jenis-jenisnya apa saja, itu belum tentu paham. Tidak hanya santri, tapi civitas yang ada di sana,” ujarnya.
3 langkah tangani kekerasan seksual di pesantren
Setidaknya, ada 3 langkah yang dapat dilakukan guna membangun kesadaran keadilan gender di lingkungan pendidikan, terutama berbasis Islam. Pertama, menanamkan perspektif keadilan gender ke dalam kurikulum pelajaran. Tak hanya itu, penting juga bagi civitas untuk mendapatkan pemahaman memadai mengenai kesehatan seksual dan reproduksi.
“Penting banget menurut saya, karena pesantren punya pengaruh besar dan akan terus melahirkan kader dan generasi penerus. Kita tidak dapat memungkiri, lembaga-lembaga strategis berbasis islam itu hampir semua diisi oleh alumni pendidikan pondok,” tukasnya.
Kedua, lembaga pendidikan Islam tertua itu juga perlu menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) dan pos pengaduan untuk penanganan kekerasan seksual. Ketiga, untuk menegaskan langkah, pondok dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, diantaranya forum pengada layanan pemulihan korban dan lembaga bantuan hukum untuk menindak pelaku kekerasan seksual.
Lembaga organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah pun perlu turut mendukung upaya ini dengan memberikan edukasi. Kekerasan seksual apapun bentuknya jelas merupakan bentuk kezaliman dan bertentangan dengan syariat Islam.
“Di Kongres Ulama Perempuan Indonesia salah satu hasil musyawarahnya menyatakan bahwa mencegah kekerasan seksual hukumnya wajib, dan kekerasan seksual itu haram,” ujar Nurul.
Nurul berharap, lembaga berbasis Islam dapat lebih peka terhadap persoalaan ketidakadilan gender, diskriminasi, dan kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak-anak. Pasalnya, civitas dalam lembaga itu tentu memiliki kemampuan untuk memastikan teks-teks ajaran Islam tidak berhenti pada ritual keagamaan, tapi juga menyentuh persoalaan kemanusiaan termasuk yang dialami perempuan di sana.