Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ngabuburit Ulama Perempuan #1: Puasa Mempunyai Makna Sangat Luas
Direktur Rahima, Nyai Pera Soparianti . (Foto: SC/Swararahimah)

Ngabuburit Ulama Perempuan #1: Puasa Mempunyai Makna Sangat Luas



Berita Baru, Jakarta – Puasa di dalam bahasa arab disebut shaum, yang mempunyai makna al-imsaku alasyai yang aritnya menahan dari segala sesuatu. Di al-Qur’an shoum disebut dalam QS. Maryam ayat 26 yang bermakna tidak berbicara.

“Jadi secara bahasa puasa mempunyai makna yang sangat luas sekali. Hal apa pun yang mempunyai makna menahan diri, maka itu bisa dikatakan puasa secara bahasa,” kata Nyai Pera Soparianti, dalam acara Ngabuburit bersama Ulama Perempuan, dalam kanal Youtube Swararahima dotcom, Selasa (13/4).

Secara istilah atau syar’iyah, Nyai Pera, menjelaskan bahwa, dalam kitab Fiqhul Islam Waadillatuhu, karangan Prof. Wahbah Zuhaili menyatakan, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa, yang dilakukan oleh orang berpuasa dengan disertai niat mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Menurut Direktur Rahimana itu, puasa mempunyai dua makna, pertama menahan diri dari nafsu perut, yaitu tidak makan, minum dan menjaga segala sesuatu yang masuk ke dalam rongga tubuh. Kedua menahan diri dari nafsu kemaluan.

“Yaitu tidak melakukan hubungan seksual atau apa pun itu yang mendekatkan prilaku seksual,” ujar Nyai Pera.

Menurutnya, perintah puasa sudah tegas di dalam al-Quran, hadist dan diperkuan dengan ijma para ulama. Salah satunya dalam Qs. al-Baqarah ayat 183 hingga 185.


“Puasa tidak hanya menahan diri dari yang mebatalkan, tetapi para ulama juga mengatakan, menahan dari segala sesuatu yang dapat merusak puasa. Seperti melakukan kekerasan, mencuri dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Seperti sabda Nabi Muhammad SAW, lanjutnya, orang yang hanya menahan lapar dan haus seharian agar puasa tidak batal, namun tidak menahan lisan untuk tidak berkata dusta dan sikap dari perbuatan dosa atau perbuatan-perbuatan yang melahirkan kesakitan atau kezaliman bagi orang lain, tidak akan mendapat pahala puasa.

“Oleh karenanya, mari kita isi puasa dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Menggunakan lisan dan seluruh anggota tubuh untuk melakukan perbuatan yang bernilai ibadah,” tukasnya. (MKR)