Negosiasi tentang Plastik Gagal Capai Kesepakatan, INC-5 Ditutup Tanpa Hasil Memuaskan
Berita Baru, Jakarta – Negosiasi putaran kelima (INC-5) untuk menyusun Perjanjian Internasional tentang Plastik resmi ditutup pada Senin (2/12/2024) sekitar pukul 03.00 waktu setempat. Harapan besar untuk mengakhiri pencemaran plastik melalui perjanjian global yang ambisius kembali tertunda, menyusul kegagalan forum pleno mencapai kesepakatan. Perundingan akan dilanjutkan melalui sesi tambahan (INC-5.2) yang dijadwalkan tahun depan.
Draft perjanjian plastik yang dihasilkan pada negosiasi ini dinilai kontroversial dan tidak cukup memadai untuk memenuhi mandat Resolusi UNEA 5/14. Hal ini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Dalam siaran persnya yang terbit pada Selasa (3/12/2024), AZWI menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap lambannya proses negosiasi dan lemahnya komitmen sejumlah negara penghasil plastik.
“Menunda negosiasi tidak akan menunda krisis [plastik],” tegas Juan Carlos Monterrey Gomez, Ketua Delegasi Panama. Pernyataan ini mencerminkan urgensi yang dirasakan banyak negara untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengatasi pencemaran plastik, salah satu penyebab utama Triple Planetary Crisis.
Negosiasi INC-5 juga diwarnai perpecahan tajam antara negara-negara produsen plastik utama dan negara-negara korban pencemaran plastik. Tekanan kuat dari negara-negara produsen plastik seperti olefin dan aromatik terlihat jelas, baik di dalam maupun luar ruang perundingan. Sementara itu, sebanyak 95 negara mendukung usulan Meksiko untuk memasukkan pengurangan produksi plastik primer global dalam pasal 3 draft teks perjanjian. Rwanda, yang dikenal gigih memperjuangkan perjanjian ambisius, juga mendapatkan dukungan dari 85 negara.
Juliet Kabera, Direktur Jenderal Otoritas Manajemen Lingkungan Rwanda, menegaskan, “Sudah saatnya kita menganggapnya serius dan menegosiasikan perjanjian yang sesuai dengan tujuan dan tidak dibuat untuk gagal.” Pernyataannya diikuti gemuruh tepuk tangan dan standing ovation hampir seluruh delegasi.
Dari Indonesia, kritik juga muncul dari berbagai organisasi lingkungan. Yuyun Ismawati dari Nexus3 Foundation menyatakan, “Mendorong peningkatan produksi plastik hanya akan memperburuk polusi dan mempercepat kepunahan semua makhluk hidup.” Ia juga menyerukan agar Indonesia meninjau kembali strategi industrinya, membatasi produksi plastik bermasalah, dan meningkatkan transparansi pengendalian emisi serta polutan dari industri plastik.
Juru Kampanye Nasional WALHI, Abdul Ghofar, menyesalkan kegagalan ini. “Negosiasi tambahan (INC-5.2) harus menjadi momentum terakhir untuk menyepakati langkah konkret mengakhiri pencemaran plastik,” ungkapnya. Ia berharap Indonesia bergabung dengan koalisi negara-negara yang menunjukkan keberpihakan pada lingkungan hidup dan kesehatan manusia.
Negosiasi tambahan di INC-5.2 kini menjadi harapan terakhir untuk menyusun perjanjian plastik yang mampu menjawab tantangan global. Sementara itu, AZWI menyerukan perhatian lebih besar pada akar permasalahan, mulai dari pengurangan produksi hingga pengendalian bahan kimia berbahaya dalam plastik.