Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

MUI DIY: 'Pahlawan Digital' Sangat Dibutuhkan di Era Teknologi

MUI DIY: ‘Pahlawan Digital’ Sangat Dibutuhkan di Era Teknologi



Berita Baru, Yogyakarta – Pesatnya perkembangan teknologi digital melahirkan perubahan yang cukup besar dalam gaya hidup manusia. Semua akses informasi dapat dilakukan melalui internet, termasuk mengakses ilmu agama dan keislaman.

Melihat situasi dan kondisi tersebut, Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MUI DIY) melalui Komisi Informasi dan Komunikasi menyelenggarakan Seminar dan Lokakarya (Semiloka) bertajuk ‘Menjadi Pahlawan Digital untuk Moderasi Beragama’, Sabtu (3/12).

Semiloka semiloka ini bertujuan untuk memberikan makna kritis atas fenomena mutakhir agama di ruang media sosial. Sebab bagi MUI DIY hadirnya pahlawan digital sangat diperlukan guna meng-counter menyebarnya ilmu agama dan keislaman yang tidak memiliki sanad guru yang jelas.

Saat membuka semiloka, Prof. Machasin, menegaskan bahwa perlu kehati-hatian dalam menggunakan dan memanfaatkan media sosial. “Yaitu kehidupan di dunia kadang ada yang baik kadang ada yang tidak baik, baik yang ada di diri kita atau lingkungan sekitar kita,” katanya.

“Maka harus berhati hati dan istighfar atas segala kesalahan kita yang disengaja ataupun tidak. Apalagi di dunia digital yang luar biasa perkembangannya saat ini, kadang yang jadi contoh panutan bukan mereka yang bermanfaat besar di sekitarnya, tetapi mereka orang orang yang populer, viral dengan segala konten dan tingkah lakunya,” sambung Machasin.

Dalam proses seminar lokakarya tersebut ditemukan beberapa kunci untuk menjadi pahlawan digital di era ini. Beberapa diantaranya adalah pentingnya ilmu, pemahaman dan sikap dalam counter pemahaman-pemahaman yang salah dan menimbulkan kebencian. 

“Memahami media untuk kemaslahatan umat lebih disukai daripada harus mengkotak-kotakkan ini media islami ini tidak. Kemudian semangat berdakwah jangan lupa pada filter terhadap informasi itu benar atau tidaknya,” ujar Saptoni selaku Centre for The Study of Islam and Social Transformation / CISFORM

“Banyak konten yang diragukan kebenarannya yang kadang mengandung provokasi, hanya untuk ekonomi, cari perhatian yang dianggap oleh kita sebagai konten dakwah. Semua orang jadi penafsir untuk memuat produk informasi yang bisa membahayakan orang atau komunitas yang lain. Sehingga yang disampaikan tidak menjadi fakta yang murni,” imbuhnya.

Sementara itu, Center for Islamic Thoughts and Muslim Societies (CITMS), Subi Nur Isnaini menghimbau, dalam mengelola media agar tidak sembarangan menafsirkan sebuah kejadian. Selain itu juga harus pandai memilah dan bahkan mendaur ulang informasi-informasi sampah.

Pengamat Timur Tengah itu menegaskan, menjadi pahlawan digital harus memperhatikan prinsip adil, rahmat, hikmah, dan maslahah untuk dijadikan dasar dan tujuan bermedia. Sebagaimana apa yang disampaikan Ibn qayyim,  yaitu syariat harus berdasar hikmah dan maslahah ke masyarakat.

Sebaik apapun ajaran, lanjut Subi Nur Isnaini, jika menentang rahmat dan kebaikan maka itu bukan ajaran agama. Adil, rahmat, maslahah, dan hikmah menjadi fondasi kesyariahan. Jika ini dihadirkan dalam dasar bermedia maka pengelola media tidak akan sembarangan dalam tafsir maupun mengutip ayat di setiap kejadian yang ada.

“Praktek keberagamaan yang ada di tengah keberagaman dasarnya adalah maslahah. Disinilah semangat berbangsa dan bernegara harus dijaga dengan prinsip adil dan keseimbangan. Tiangnya adalah komitmen kebangsaan, toleransi antar kelompok, damai, dan penerimaan adat tradisi yang kaya di Indonesia,” kata Subi Nur Isnaini.

Prof Abd Mustaqim, selaku Ketua Bidang Infokom MUI DIY juga menjelaskan bahwa karakter dasar islam adalah wasatiyah (moderat). Menjadi pahlawan digital, baginya, butuh action dan wawasan yang kuat, maka perlu memperhatikan 3 hal. 

Pertama adalah toleransi (tasamuh) jangan dengan dalih fanatisme beragama kita memaksakan keyakinan tertentu. Kedua, menghindari kekerasan tidak hanya di dunia nyata tetapi juga di alam maya. “Sopan di ruang kelas tetapi kurang beretika di dunia maya, bahkan kadang share hoax begitu mudah menjadi kecerobohan kita di dunia maya,” katanya.

Dan yang ketiga adalah komitmen kebangsaan. “Dimana ajaran ini ada dalam piagam madinah di pasal 43 bela negara menjadi poin penting dalam menjaga nasionalisme yang diajarkan oleh Nabi Muhammad,” sambungnya.

Menurut Prof. Mustaqim inilah referensi kunci menjadi pahlawan digital di tengah kemajemukan untuk menjaga komitmen berbangsa dan bernegara. Di tengah situasi krisis, ekonomi yang tidak menentu dan mendekati pesta demokrasi 2024, pahlawan pahlawan digital sangat dibutuhkan bangsa ini.