Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Muhammadiyah Nilai Pemerintah Tergesa-gesa Naikkan Harga BBM

Muhammadiyah Nilai Pemerintah Tergesa-gesa Naikkan Harga BBM



Berita Baru, Jakarta – Pada Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB, Presiden Jokowi secara resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bahan Minyak (BBM) di tanah air, mulai dari Pertalite, Solar, dan Pertamax. Seiring dengan adanya pembengkakan nilai subsidi energi yang mencapai Rp502 Triliun.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah prihatin dengan keputusan pemerintah dengan menaikkan harga BBM guna menyelesaikan problem subsidi energi yang ada, karena dilakukan saat kondisi daya beli masyarakat sangat lemah.

“Sebenarnya naiknya harga BBM atau harga barang apa saja tidak masalah selama daya beli masyarakat cukup tinggi karena akan mampu memenuhi kebutuhannya. Tapi masalahnya, sekarang harga BBM dinaikkan ketika daya beli masyarakat sangat lemah,” kata Anwar Abbas, sebagaimana dikutip dari laman resmi PP Muhammadiyah, muhammadiyah.or.id, Kamis (8/9).

Menurut Anwar, naiknya harga BBM dapat dipastikan merembet pada melambungnya biaya produksi dan transportasi sehingga mengakibatkan efek domino hingga inflasi dan daya beli masyarakat semakin terpuruk.

Anwar Abbas menyayangkan keputusan ini karena dinilai tidak holistik dan hanya melihat dari aspek ekonomi saja. Padahal, setiap kebijakan pemerintah seharusnya mengacu pada prinsip amanat konstitusi pasal 33 UUD 1945 ayat 2 yang berbunyi, ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’.

“Kita bisa memahami bahwa harga ekonomis BBM memang sedang naik sesuai mekanisme pasar. Tetapi menurut saya situasi seperti sekarang, kita masih bisa mencari cara-cara lain tanpa menaikkan biaya BBM supaya biaya transportasi dan produksi tidak ikut naik,” ungkapnya.

Dalam program Dialektika TvMu, Sabtu (3/9), Anwar Abbas menilai pemerintah terlalu tergesa-gesa. Padahal, masih ada solusi lain dibanding menaikkan harga. Misalnya dengan menutup kebocoran anggaran APBN yang diperkirakan mencapai 30 persen sesuai perhitungan ahli ekonomi, Sumitro Djojohadikusumo.

Jika APBN tahun 2023 berjumlah Rp3.000 T, maka kebocoran itu berkisar Rp900 T. Jika pemerintah bisa menutup kebocoran sekira 20 persen saja, maka hal itu kata Anwar sudah cukup sebagai tambahan subsidi bagi BBM rakyat.

“Kenapa pemerintah sangat sibuk bicara kenaikan harga BBM tapi tidak sibuk menutup kebocoran-kebocoran anggaran? Padahal kalau bisa menutup, saya kira subsidi itu akan tertutup dari keberhasilan itu,” ujarnya.

“Jadi kesimpulan saya, ternyata pemerintah lebih fokus untuk menyesuaikan harga BBM dengan harga pasar tapi tidak fokus untuk menutup kebocorannya. Padahal seandainya kebocoran itu tertutup, subsidi BBM saya kira tidak masalah. Toh yang menerima adalah rakyat. Sebab tujuan kita bernegara sesuai amanat konstitusi adalah mensejahterakan rakyat dan mencerdaskan rakyat. Ini suatu hal yang sangat mengenaskan , tidak semestinya terjadi tapi ternyata terjadi,” pungkas Anwar.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menjabarkan penyesuaian harga BBM per liter terbaru untuk Pertalite Rp10.000 dari Rp7.650, untuk Solar subsidi Rp6.800 dari Rp5.150, dan untuk Pertamax Rp14.500 dari Rp12.500.