Muhadjir Klarifikasi Pernyataan Kontroversial Terkait Krisis Pangan di Papua
Berita Baru, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, memberikan klarifikasi terhadap pernyataannya mengenai bencana krisis pangan dan kelaparan di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Menurut Muhadjir, permasalahan tersebut sebenarnya bermula dari salah pernyataan dan kini sudah diselesaikan.
“Sudah jelas. Kemarin itu hanya pernyataan yang keliru. Saya telah menjelaskan kepada Sekdanya bahwa ini bukanlah masalah kelaparan,” ucap Muhadjir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Muhadjir juga menekankan pentingnya fokus pada upaya bantuan yang sudah berjalan dengan lancar. Dia menyatakan, “Yang paling penting saat ini adalah bahwa bantuan sudah berjalan dengan baik.”
Dalam konteks ini, Muhadjir mengungkapkan bahwa lapangan terbang Bandara Agandugume, yang mampu melayani tiga distrik, telah beroperasi secara lancar. Dia menginformasikan bahwa Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, telah mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun gudang, terutama sebagai langkah antisipasi untuk tahun mendatang.
Lebih lanjut, Muhadjir juga mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi telah menyetujui penempatan tenaga keamanan permanen atau pasukan statis di lokasi tersebut. Ini merupakan upaya konkret dalam menjaga keamanan dan memberikan perlindungan bagi masyarakat yang terdampak.
Selain itu, rencana perpanjangan landasan pacu lapangan terbang Sinak menjadi sorotan. Tujuan utamanya adalah agar pesawat Hercules dapat mendarat di sana, sehingga pengiriman bahan makanan dan material untuk perbaikan infrastruktur dapat berlangsung lebih efisien.
Muhadjir Effendy juga telah mengungkapkan sebelumnya adanya usaha untuk menutup-nutupi krisis pangan dan kelaparan di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Dalam pernyataannya di Suara Muhammadiyah Tower, Kota Yogyakarta, Muhadjir mengatakan bahwa beberapa pejabat mencoba menghilangkan fakta kelaparan dengan alasan yang kurang relevan. Dia menyampaikan, “Kelaparan sudah terjadi dan dirasakan oleh rakyat, tetapi ada pejabat yang ingin mengabaikannya dengan mengatakan ‘jangan sebut itu kelaparan, itu hanya diare.'”
Dia juga menjelaskan bahwa visum dokter secara medis tidak pernah secara langsung menyatakan bahwa kematian disebabkan oleh kelaparan. Meskipun demikian, dalam kasus di Papua Tengah, kematian yang terjadi dapat dikaitkan dengan dampak dari kelaparan.
Muhadjir memaparkan bahwa sebenarnya, penyebab kematian tersebut adalah hasil dari masyarakat yang terpaksa mengonsumsi tanaman umbi-umbian yang sudah membusuk karena cuaca ekstrem yang memicu kemunculan kabut es. Walaupun tanaman tersebut sudah dalam kondisi busuk dan mengandung bakteri berbahaya, masyarakat tetap mengonsumsinya karena tidak memiliki alternatif lain.
Namun, dalam situasi yang kritis ini, Muhadjir mengkritik respons pejabat daerah yang lebih mengutamakan citra ketimbang fokus pada solusi. “Ketika dalam kondisi genting seperti ini, saya merasa heran mengapa pemerintah daerah masih khawatir tentang penilaian bahwa mereka tidak berprestasi,” tandasnya.