Moratorium Tambang Aceh Selamatkan 747.079 Ha Lahan
Beritabaru.co, Semarang – Kebijakan moratorium tambang di Provinsi Aceh dimulai sejak tahun 2014 melalui Intruksi Gubernur (Ingub) Aceh Nomor 11/INSTR/2014 tentang moratorium izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara. Ingub tersebut diikuti dengan tim pemantau berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 540/777/2015.
Selama Ingub moratorium tersebut berlaku sampai 2016, jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) berkurang, dari 138 IUP tinggal 46 IUP tersisa. Adapun lahan di Aceh yang berhasil terselamatkan seluas 639.646 hektare (Ha).
Setelah Ingub itu berakhir pada 2016, Gubernur Aceh Zaini Abdullah kembali melakukan perpanjangan selama satu tahun hingga 2017 melalui Ingub nomor 09/INSTR/2016 tentang perpanjangan moratorium izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara.
Satu tahun kemudian, jumlah IUP kembali berkurang dari jumlah 46, menjadi tinggal 37 IUP. Berkurangnya 9 IUP tersebut berhasil menyelamatkan seluas 46.000 Ha lahan.
Berakhirnya Ingub moratorium tambang jilid dua tersebut, seiring dengan pergantian Gubernur Aceh pada tahun 2017. Irwandi Yusuf kembali terpilih menjadi Gubernur Aceh. Setelah itu, Irwandi melanjutkan Ingub tersebut dengan nomor 05/INSTR/2017, berlaku selama enam bulan hingga Juni 2018.
Enam bulan sampai berakhirnya Ingub moratorium tambang jilid ketiga itu, jumlah IUP tinggal tersisa 30 IUP. Tidak berlanjutnya 7 IUP dalam enam bulan, telah menyelamatkan kembali lahan di Aceh seluas 61.433 Ha.
Riwayat pelaksanaan moratorium tambang di Provinsi Aceh tersebut disampaikan oleh Kepala Divisi Pendidikan GeRAK Aceh, Mahmuddin kepada masyarakat Pegunungan Kendeng, akademisi dan mahasiswa, di Kampus UNIKA Soegijapranata, Semarang, pada Selasa (30/7). Forum berbagi pengalaman tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dalam bentuk diskusi publik bertajuk “KLHS dan Moratorium Izin Tambang di Pegunungan Kendang.
“Tiga jilid instruksi gubernur Aceh tentang moratorium tambang sejak 2014 sampai 2018, telah mengakhiri 108 IUP. Lahan di Aceh yang terselamatkan seluas 747.079 Ha”. Ucap Mahmuddin memberikan paparan.
Namun saat ini ia menyayangkan, karena Plt Gubernur Aceh tidak melakukan perpanjangan lagi kebijakan moratorium tersebut. Padahal moratorium tambang, lanjut dia, telah berdampak baik terhadap keselamatan lingkungan dan tata kelola pertambangan di Aceh.
Ia juga menyinggung masih lemahnya aspek penegakan hukum pada sektor pertambangan. Menurut Mudin, panggilan akrab Kepala Sekolah Anti Korupsi (SAKA) tersebut, aturan yang berlaku saat ini hanya beresiko sanksi administrasi kepada perusahaan yang melanggar, sehingga tidak ada efek jera.
“Lemahnya penegakan hukum sektor tambang, karena regulasi yang berlaku hanya mengedepankan sanksi adminstrasi daripada sanksi pidana”. Tuturnya sambil menguraikan tantangan yang dihadapi.
Di bagian penutup, Mudin menceritakan bahwa faktor suksesnya advokasi untuk melahirkan moratorium tambang, adalah kuatnya desakan masyarakat sipil dan mahasiswa dalam menentang pertambangan, sehingga menjadi perhatian utama Pemerintah Aceh. [Priyo Atmojo/Fajri/Ahmad]