Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Min Aung Hlaing: Militer akan Membentuk Demokrasi Myanmar yang Benar dan Disiplin
(Foto: Nikkei)

Min Aung Hlaing: Militer akan Membentuk Demokrasi Myanmar yang Benar dan Disiplin



Berita Baru, Internasional – Kudeta dan penahanan pemimpin sipil terpilih, Aung San Suu Kyi, telah memicu protes selama tiga hari di seluruh negara di Myanmar. Gerakan pembangkangan sipil dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari para dokter, guru dan dosen, pelajar dan warga sipil lainnya.

Masa aksi berjanji untuk melanjutkan aksi damai pada hari Selasa (9/2), setelah Junta melarang adanya pertemuan besar. Jam malam dan blokade di beberapa jalan Myanmar diberlakukan setelah demonstrasi besar-besaran kelompok pro-demokrasi.

Pada Selasa pagi pukul 09.30, para demonstran terlihat berkumpul di sebuah jembatan dekat Pagoda Sule dan di luar Center Hleden. Darurat militer dan desas-desus kedatangan tentara telah menciptakan suasana tidak nyaman, namun masa aksi berencana untuk menentang larangan tersebut.

“Hari ini saya mendengar pasukan sedang dalam perjalanan dari Naypyidaw, tapi itu tidak menghentikan protes,” kata Win, peserta aksi. “Saya akan memprotes,” lanjutnya.

Pada hari Senin, ribuan orang turun ke jalan untuk menuntut penyerahan kekuasaan oleh Junta. Masa aksi membawa berbagai atribut yang menyimbolkan perlawanan terhadap militer.

“Semoga militaty junta jatuh”, kata salah satu pedemo. Sementara yang lain berkata: “Jika dia kalah, itu hukuman mati. Jika kami kalah, kami akan diperbudak. Ini bukan pertandingan yang bisa berakhir seri. Ini pertarungan sampai akhir.”

Dalam pidato pertamanya pada Senin (8/2), pemimpin Junta, Min Aung Hlaing menyatakan akan diadakannya pemilihan ulang. Hal tersebut menuai berbagai cemoohan. Hlaing mengulang tuduhan kecurangan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pada pemilu November lalu dengan tanpa bukti.

Hlaing, seperti dilansir dari the Guardian,  juga mneyebut bahwa militer akan membentuk demokrasi yang benar dan disiplin, berbeda dari era pemerintahan militer sebelumnya yang membuat Myanmar dalam isolasi dan kemiskinan.

“Kami akan mengadakan pemilu multipartai dan kami akan menyerahkan kekuasaan kepada yang menang dalam pemilu itu, sesuai aturan demokrasi,” katanya.

Pada Selasa pagi, pengunjuk rasa dengan skuter melewati Dala, sebuah kota di seberang sungai dari pusat kota, membunyikan klakson dan mengangkat tangan memberi hormat tiga jari.

“Kami akan terus berjuang,” kata aktivis pemuda Maung Saungkha. Mereka menyerukan pembebasan tahanan politik dan  kehancuran total kediktatoran, serta penghapusan konstitusi yang memberikan hak veto kepada tentara di parlemen dan untuk federalisme di Myanmar yang terpecah secara etnis.

Seorang aktivis generasi 1988, menyerukan kelanjutan aksi mogok yang dilakukan oleh para pegawai pemerintah selama tiga minggu lagi.

“Kami juga meminta para pengunjuk rasa di seluruh bangsa untuk bersatu dan secara sistematis saling membantu,” demikian pernyataan dari Min Ko Naing atas nama kelompok Generasi 88.

Dalam sebuah surat pada hari Senin, anggota senior NLD Aung San Suu Kyi meminta sekretaris jenderal PBB, António Guterres, untuk menggunakan semua cara untuk memastikan pembalikan kekuasaan dari kudeta.