Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Menteri ESDM
Menteri ESDM, Arifin Tasrif (Foto: Istimewa)

Menteri ESDM Angkat Bicara Soal Harga BBM Tidak Turun



Berita Baru, Jakarta – Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia beberapa waktu lalu dinilai masih mahal ditengah turunnya harga minyak dunia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam Raker virtual dengan Komisi VII DPR RI, Senin, (4/05) menyatakan meskipun harga minyak dunia turun, tapi harga BBM tidak bisa serta merta turun. Menurutnya banyak yang menjadi pertimbangan untuk menurunkan harga.

Arifin mengatakan selama 13 tahun terakhir setiap harga minyak anjlok karena kondisi krisis, dan biasanya akan kembali rebound dalam tiga bulan.

“Misalnya pada krisis tahun 2008 harga minyak anjlok sampai US$ 38 per barel, lalu kembali normal menjadi US$ 70 per barel,” ujar Arifin seperti dikutip dari CNBC.

Arifin menjelaskan, saat ini kondisinya berbeda, di mana ditengah pandemi corona terjadi perang harga minyak antara Rusia, Arab Saudi, dan non Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Menurut Arifin, pihaknya masih akan terus menunggu realisasi pemotongan produksi minyak global oleh negara-negara OPEC dan Non OPEC.

“Di sisi lain, Covid-19 terjadi penurunan karena kebijakan lockdown dan melemahnya ekonomi sehingga demand menurun. Penurunan ini harga minyak sampai US$ 22 per barel bahkan pernah minus US$ 37 per barel karena tidak ada demand kemudian storage penuh,” kata Arifin.

Harga BBM Sudah Turun

Penurunan harga BBM menurut Arifin sudah dilakukan sebelum adanya pandemi dan perang crude crude antara OPEC dan Non OPEC.

Arifin menyebutkan harga BBM di Indonesia masih terbilang muraj dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain.

“Kita bisa lihat dibandingkan degan Filipina, bensin setara pertalite dijual dengan harga Rp 10.000/liter, kemudian di Laos Rp 14.000/liter,” jelasnya.

Lebih lanjut, Arifin menerangkan rata-rata BBM nasional turun sebanyak 26,4%, dengan rincian rata-rata penjualan bensin turun 29,8% dan rata-rata volume penjualan minyak solar 18,7%.

Akibat hal itu, lanjut Arifin operating cost terdampak menjadi lebih tinggi, disamping anjloknya kurs yang juga menjadi pukulan telak.

“Kita memperkirakan harga minyak akan rebound dikisaran US$ 40 per barel di akhir tahun. Untuk itu kami masih mencermati perkembangan dalam Mei dan Juni ini,” ujarnya.

Arifin menerangkan baru pertama kali sejak 2008 terjadi Mean Of Platts Singapore (MOPS) di bawah minyak mentah Indonesia (ICP). Bagaimana kemudian gasoline yang sudah diproses harganya di bawah minyak mentah.

Pertamina, lanjut Arifin sebagai badan usaha yang memiliki stok BBM melimpah telah memberikan diskon.

“Kita harus merespon output sumur-sumur kita, kalau sumur setop, start lagi hilang kapasitasnya. Dan berikan dampak yang berat buat KKKS. Kemudian juga dampak rupiah,” jelasnya.

Kementerian ESDM juga memperhatikan kemampuan Pertamina dan keuangannya.

“Stok Pertamina tinggi dan Pertamina harus jaga keberlanjutan produksi,” pungkas Arifin