Menperin Tawarkan Kerja Sama Farmasi dan Industri Bioprospektif ke China
Berita Baru, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menawarkan pemerintah China potensi kerja sama di bidang industri farmasi hingga industri hijau bioprospektif.
Tawaran itu disampaikan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita dalam pertemuan dengan Menteri Industri dan Teknologi Informasi (Minister of Industry and Information Technology/MIIT) China Jin Zhuanglong dalam rangkaian kunjungan kerjanya ke Shenzhen, China, Selasa (4/7) lalu.
“Sistem kesehatan Indonesia saat ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia, menjangkau 240 juta penduduk dengan turnover value mencapai 40 miliar dolar AS. Karenanya, pendalaman struktur industri farmasi sangat penting untuk dilakukan,” kata Menperin Agus dalam keterangan di Jakarta, Kamis (6/7).
Menperin mengungkapkan Indonesia mengharapkan adanya pengembangan investasi dari China atas bahan baku obat selain paracetamol. Pasalnya, baku obat saat ini belum dieksplorasi, sehingga masih bergantung pada impor.
Kerja sama lainnya yang ditawarkan Indonesia adalah terkait pengembangan industri hijau yang memprioritaskan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.
Menurut Menperin, industri hijau juga penting dengan meningkatnya kebutuhan pasar akan produk hijau serta peraturan tentang praktik berkelanjutan di pasar global seperti Ecolabel, Carbon Tax, Carbon Border Adjustment Mechanism, environmental management system, atau sertifikat lain yang menjamin legalitas sumber daya.
Dalam hal ini, Menperin mengharapkan Indonesia-China bisa bekerja sama untuk mengembangkan green products melalui industri bioprospektif yang memproses sumber daya biologis, termasuk tumbuhan, mikroorganisme, dan hewan.
“Salah satu potensi sumber daya untuk industri ini yang dimiliki Indonesia adalah rumput laut dan mikroalgae yang dapat diproses menjadi bahan baku bio produk, seperti bagi bioplastic, biofuels dan pupuk,” ungkapnya.
Menperin pun berharap untuk dapat segera berdiskusi bersama dan menghasilkan perjanjian yang mengikat antara kedua negara mengenai pengembangan manufaktur bagi kedua negara.