Menlu RI Hadiri Penandatanganan Perjanjian Damai AS-Taliban
Berita Baru, Jakarta – Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi turut menghadiri penandatanganan Perjanjian Damai Comprehensive Peace Agreement (CPA) antara Amerika Serikat (AS) dan Taliban, pada Sabtu (29/2).
“Penandatanganan ini merupakan langkah awal dari proses perdamaian Afghanistan,” ujarnya dalam keterangan tertulis Sekretariat Kabinet.
Selain Menlu RI, Penandatanganan tersebut juga dihadiri oleh sembilan Menteri Luar Negeri, yaitu Qatar, AS, Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, Norwegia, Turki, Oman, dan Pakistan.
“Pertemuan juga dihadiri oleh wakil dari Jerman dan Inggris,” katanya.
Sebelum acara formal berlangsung, co-fasilitator yang terdiri dari Qatar, Uzbekistan, Norwegia, Indonesia, dan Jerman melakukan pertemuan informal.
“Upaya Indonesia untuk berkontribusi dalam perdamaian Afghanistan dimulai secara intensif, atas permintaan Presiden Ghani tahun 2017. Komunikasi dan kontak dengan semua pihak terlibat, termasuk Taliban, terus dilakukan, terutama guna membangun rasa percaya (trust building) bagi para pihak,” jelasnya.
Saat ini Indonesia juga tekun dalam kerjasama ulama dan pemberdayaan perempuan. Sebelumnya pada 2018 lalu Indonesia telah menjadi tuan rumah Pertemuan Trilaterial Ulama Afghanistan-Indonesia-Pakistan.
“Tahun 2019, indonesia telah menyelenggarakan pertemuan para perempuan Indonesia-Afghanistan,” ungkapnya.
Acara yang berlangsung di Doha, Qatar tersebut memuat empat komponen kesepakatan penting, yaitu : Kontra terorisme, penarikan pasukan asing dari Afghanistan, perundingan intra-Afghan dan genvatan senjata yang permanen dan komprehensif.
Lebih lanjut, pada waktu yang hampir bersamaan, di Kabul telah dilakukan pengumuman deklarasi bersama antara Pemerintah Afghanistan dan Amerika Serikat yang isinya mendukung perjanjian damai antara Amerika Serikat dan Taliban.
Menlu RI berharap langkah ini menjadi awal pembuukan jalan bagi perdamaian di Afghanistan.
“Diperlukan komitmen semua pihak untuk melanjutkan langkah awal ini, demi kepentingan rakyat Afghanistan. Kemajuan di berbagai bidang, seperti demokrasi dan pemberdayaan perempuan, hendaknya dapat dilanjutkan dan dijadikan aset bagi proses selanjutnya, yaitu intra-afghan dialogue,” pungkasnya.