Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Mengawal Anggaran Covid-19

Mengawal Anggaran Covid-19



Mengawal Anggaran Covid-19

Oleh: Muhammad Maulana


Opini Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia memasuki babak baru. Presiden Jokowi, melalui Keputusan Presiden No. 11 tahun 2020 telah menetapkan masalah Covid-19 sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Di saat yang bersamaan, Presiden juga mengumumkan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Penanganan Percepatan Penanganan Covid-19.

Tidak hanya itu, pemerintah juga telah menyiapkan untuk menggelontorkan dana sebesar Rp 405,1 triliun sebagai bentuk komitmen fiskal dalam mendukung percepatan penanganan pandemi. Jumlah tersebut setara satu per enam atau 15.9 persen dari total belanja negara tahun 2020 yang ditetapkan sebesar Rp 2.540,4 triliun.

Berdasarkan pernyataan Presiden, dana tersebut akan digunakan untuk bidang kesehatan Rp75 triliun, perlindungan sosial Rp110 triliun, insentif perpajakan dan stimulus KUR70,1 triliun, dan untuk pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 150 triliun. Pemerintah telah menjalankan tiga fungsi APBN, yaitu fungsi alokasi, distribusi, dan stabilitsasi. Langkah kebijakan fiskal ini pun layak mendapatkan apresiasi yang tinggi, meskipun masih ada sebagian kalangan yang menilainya kurang maksimal.

Sehubungan dengan anggaran tersebut dan urgensi penanganan Covid-19 yang tengah berkejaran dengan waktu, ada dua hal yang perlu menjadi perhatian bersama, yaitu mekanisme pencairan dan pengawasan anggarannya.

Pembelajaran dari beberapa negara yang terpapar Covid-19 menunjukan mereka merubah beberapa mekanisme pencairan anggaran. Tujuannya adalah agar dana yang tersedia dapat cepat digunakan sesuai peruntukannya.

Sebuah artikel yang dipublikasikan portal resmi World Health Organization (WHO), ditulis oleh Barroy et al (2020) menunjukan Pemerintah Perancis telah menghapus tahapan prosedur otorisasi belanja (expenditure authorization procedure) untuk mempercepat penggunaan dana. Demikian halnya dengan Pemerintah China yang bekerja sama dengan pihak asuransi swasta untuk melakukan pembayaran uang muka biaya perawatan pasien yang positif terinfkesi Covid-19.

Dalam konteks Indonesia, Bendahara Umum Negara/Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) bertanggung jawab penuh untuk mewujudkan akselerasi penggunaan anggaran penanganan Covid-19 ini agar dapat segera terserap. LKPP tentu sangat faham dimana tahapan yang dapat dipangkas tanpa mengabaikan prinsip akuntabilitas.

Awasi Anggaran Covid-19!

Mengingat besarnya anggaran tersebut, maka diperlukan pengawasan yang ekstra ketat untuk memastikan anggaran digunakan sesuai peruntukannya, dan tentu tanpa penyimpangan. Fakta sejarah menunjukan bahwa penyimpangan anggaran pernah terungkap saat terjadi bencana alam Tsunami di Nias – Sumatera Utara, Donggala – Sulawaesi Tengah, serta gempa bumi di Lombok – Nusa Tenggara Barat.

Belajar dari pengalaman penyimpangan anggaran bencana tersebut, setidaknya ada tiga modus yang dilakukan oleh para tersangka. Pertama, pihak pelaksana program/kegiatan melakukan penggelapan anggaran. Kedua, pungutan liar yang dilakukan oleh pihak oknum anggota parlemen kepada pelaksana kegiatan. Dan modus yang yang ketiga adalah suap calon kontraktor kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) agar terpilih menjalankan proyek.

Hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam satu dekade terakhir juga menemukan setidaknya 87 kasus penyimpangan anggaran dana bantuan bencana yang telah ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum.

Oleh karenanya, pengawasan anggaran penanganan pandemi Covid-19 harus diperkuat dengan langkah-langkah berikut. Pertama, menyiapkan model pelaporan dan akuntabilitas penggunaan anggaran penanganan Covid-19. Negara-negara terjangkit Covid-19 seperti China dan Perancis memasukan seluruh anggaran penanganan Covid-19 ke dalam satu line item anggaran (Barroy et al, 2020).

Tujuannya untuk memudahkan dalam melakukan pelaporan, penelusuran penggunaan anggaran, serta untuk penguatan akuntabilitas anggaran. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam kuasa penggunaan anggaran, semakin besar kemungkinan penyimpangan anggaran. Pertanggungjawaban anggaran Covid-19 sebaiknya tidak disamakan dengan pelaporan yang biasanya.

Kedua, memberikan akses seluas-luasnya kepada publik untuk memperoleh informasi anggaran penanganan Covid-19. Pengelolaan anggaran penanganan Covid-19 harus dilaksanakan secara transparan. Misalnya, Pemerintah menyediakan informasi rincian anggaran dan peruntukannya dalam portal khusus Covid-19 yang telah tersedia di Kementerian Keuangan secara serta merta dan berkala. UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa informasi anggaran termasuk dalam kategori informasi publik.

Dalam mendorong transparansi anggaran Covid-19, pemerintah juga perlu menyediakan informasi realisasi penyerapan. Kementerian Keuangan bisa belajar dari portal APBD DKI Jakarta ketika di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang menyediakan informasi penyerapan anggaran dan diperbaharui setiap hari. Masyarakat dapat memantau pergerakan serapan anggaran penanganan Covid-19. Bagi pemerintah pusat, mewujudkan hal ini tentu bukan perkara sulit. Kepercayaan publik terhadap pemerintah pun akan semakin menguat.

Ketiga, melibatkan masyarakat dalam skala yang luas agar dapat bersama-sama mengawasi penggunaan anggaran penanganan Covid-19. Pemerintah harus mengkampanyekan kepada masyarakat untuk terlibat aktif mengawasi penggunaan anggaran. Meminta masyarakat untuk melaporkan setiap ketidaktepatan dan penyimpangan anggaran yang mereka saksikan. Call Center yang tersedia harus diberdayakan sebagai pusat pengaduan. Resource dan mekanisme pengawasan yang dimiliki pemerintah tidak akan cukup untuk memantau penggunaan anggaran.


Mengawal Anggaran Covid-19

Muhammad Maulana
Direktur Institute for Budget and Policy Studies (IBPS),
Pengajar di Administrasi Publik UNAS.