Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Mendes PDTT: Kekuatan Adat Percepat Pembangunan Desa
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar luncurkan Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan program Sarjana Nagari di Auditorium Universitas Andalas, Sabtu (11/12).

Mendes PDTT: Kekuatan Adat Percepat Pembangunan Desa



Berita Baru, Jakarta – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mendukung tumbuhnya desa adat di tanah air. Kekuatan adat bisa menjadi modal kuat dalam percepatan pembangunan desa termasuk di wilayah Sumatera Barat.

Hal tersebut disampaikan oleh menteri dengan panggilan Gus Halim itu saat meluncurkan program pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat desa, daerah tertinggal, dan transmigrasi melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan program Sarjana Nagari di Auditorium Universitas Andalas, Sabtu (11/12/2021). Turut hadir dalam acara ini Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy, Rektor Universitas Andalas Yuliandri, pejabat tinggi di lingkungan Kemendes PDTT, dan wali nagari se-Sumatera Barat.

“Salah satu modal yang dibutuhkan dalam percepatan pembangunan desa adalah adanya karakter kuat dari perangkat dan warga desa. Karakter ini bisa tumbuh jika berangkat dari adat-istiadat setempat,” ujar Gus Halim.

Khusus di Provinsi Sumatera Barat, pemerintahan lokal paling kecil adalah nagari, yang merupakan desa adat dengan akar sejarah yang kuat. Terbitnya Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa membuat perkembangan nagari dan desa terakselerasi sangat cepat.

“Desa sangat tertinggal pada 2021 tersisa 5.649 desa dari jumlah 13.453 desa pada 2015. Artinya, selama kurun 2015 – 2021 jumlah desa sangat tertinggal berkurang 7.804,” kata Gus Halim

Data lain menunjukkan, kategori desa tertinggal pada 2021 adalah 12.636 desa. Selama periode 2015-2021 jumlahnya berkurang 20.956 karena pada 2015 desa tertinggal masih berjumlah 33.592. Kelompok desa berkembang kini berjumlah 38.082 desa, padahal pada 2015 desa berkembang masih berjumlah 22.882 desa. Artinya, selama 2015-2021 jumlah desa berkembang bertambah 15.200 desa. Berikutnya desa maju.

“Pada 2015 jumlahnya 3.608 desa, tahun ini telah mencapai 15.321 desa. Berarti selama kurun 2015 – 2021 desa maju bertambah 11.713 desa,” ujar Gus Halim.

Dia mengungkapkan, desa mandiri pada 2021 berjumlah 3.269. Selama 2015-2021 bertambah 3.095 desa dari jumlah 174 desa maju pada 2015. “Undang-Undang Desa juga anugerah Reformasi. Dimulai dengan terbitnya regulasi berkaitan dengan otonomi daerah pada UU Nomor 22/1999, diteruskan UU Nomor 32/2004, pada langkah berikutnya terbitlah UU Nomor 6/2014 tentang Desa,” tuturnya.

UU Nomor 6/2014 menjelaskan, tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Agar lebih fokus, terukur, sekaligus memudahkan nagari mempercepat upaya mencapai tujuan pembangunan desa, disusun arah baru kebijakan SDGs Desa. Langkah ini merupakan upaya pelokalan SDGs secara global yang dibahas oleh 193 negara di dunia.

“Di dalam SDGs Desa ada 18 tujuan terbangun dari 222 indikator pemenuhan kebutuhan warga, pembangunan wilayah desa, serta kelembagaan desa,” kata Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.

Khusus di Sumatera Barat, Gus Halim memaparkan, untuk pertama kalinya kita sekarang memiliki gambaran yang utuh dan rinci tentang capaian nagari, tentang kesejahteraan warga di nagari, juga tentang pemanfaatan wilayah di nagari. Hal ini menjadi bahan musyawarah nagari yang lebih deliberatif, mengedepankan data, masalah, dan potensi; bukan berdebat kusir atau mendesakkan kepentingan golongan.

“Demikianlah SDGs Desa meningkatkan kualitas dan martabat musyawarah nagari sebagai forum pengambil keputusan tertinggi yang demokratis,” katanya.

Ciri khas dari SDGs Desa adalah poin ke-18, yaitu lembaga desa dinamis dan budaya desa yang adaptif, yaitu diberikannya ruang yang cukup bagi pembangunan berbasis akar budaya setempat.

“Saya selalu menegaskan agar perencanaan pembangunan harus bertumpu pada akar budaya setempat,” ucap Gus Halim.

Penerima doktor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta ini mengatakan, kebijakan Presiden Joko Widodo menyalurkan dana desa yang difokuskan untuk peningkatan ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) telah memberi dampak signifikan bagi desa. Hingga tahun ini dana desa telah disalurkan Rp 401 triliun. Gus Halim kembali mengingatkan bahwa arah penggunaan dana desa tidak boleh keluar dari koridor yang menjadi prioritas pembangunan desa.

Kementerian Desa PDTT saat ini sedang mencari pola yang tepat agar Sumatera Barat bisa memperoleh dana desa yang proporsional sehingga nagari-nagari di provinsi ini dan desa-desa adat di daerah lain bisa berkembang dan maju. Formulasi yang diramu ini nantinya diharapkan bisa membuat sekitar 2.000 jorong yang membentuk nagari bisa memperoleh dana desa.

“Saya yakin ini tidak mudah, tapi saya akan berusaha,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu Gus Halim juga meluncurkan Sarjana Nagari dengan menyematkan Jas Hijau Unand kepada dua orang mahasiswa program doktoral.