Mendalami Tantangan Utang dan Kapasitas Fiskal di Indonesia
Berita Baru, Jakarta – Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) menggelar diskusi di Twitter Space yang membahas mengenai tantangan utang dan kapasitas fiskal di Indonesia pada Selasa (6/6/2023) malam.
Diskusi ini melibatkan beberapa pembicara ahli, antara lain Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun, Peneliti INDEF Eisha M Rachini, dan Peneliti INDEF Riza Annisa Pujarama.
Dalam diskusi tersebut, Muhammad Misbakhun, Anggota Komisi XI DPR RI, menekankan pentingnya membangun konsep yang jelas mengenai cara menghitung utang. Menurutnya, pemerintah belum sepenuhnya dapat menjelaskan konsep utang secara komprehensif. Misbakhun juga menyoroti perlunya mencatat semua jumlah utang negara dalam neraca keuangan pemerintah pusat.
Misbakhun menekankan bahwa perbandingan utang Indonesia dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Jepang tidaklah sepenuhnya adil. Angka 39% dari PDB yang sering disebutkan oleh Menteri Keuangan hanya mencakup utang terkait pembiayaan APBN, sedangkan masih terdapat utang lain yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap APBN dan keuangan negara.
Selain itu, Misbakhun juga mengungkapkan bahwa rasio utang pemerintah maksimal sebesar 60% PDB dan defisit maksimal 3% APBN sebenarnya tercantum dalam penjelasan Undang-Undang No 17/2003 tentang Keuangan Negara. Namun, ia menyayangkan penolakan pemerintah untuk mencantumkan angka-angka tersebut dalam batang tubuh Undang-Undang.
Eisha M Rachini, Peneliti INDEF, menjelaskan bahwa pada saat ini rasio utang Indonesia sebesar 38,65% dari PDB. Ia menyatakan bahwa peningkatan utang seharusnya menjadi leverage bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi perlu dipastikan bahwa utang digunakan untuk hal-hal produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Eisha juga menyoroti pentingnya penerimaan negara yang lebih besar daripada pengeluaran untuk meningkatkan kapasitas fiskal negara.
Riza Annisa Pujarama, Peneliti INDEF, mengungkapkan bahwa utang pemerintah pusat per April 2023 mencapai Rp7.800 triliun. Utang publik secara keseluruhan tercatat sebesar Rp14.000 triliun di Bank Indonesia, termasuk utang pemerintah pusat dan daerah, serta utang BUMN karya dan finansial.
Riza juga menekankan perlunya klarifikasi mengenai batasan defisit APBN dan definisi pinjaman dalam Undang-Undang No 17/2003, karena menurut kriteria IMF 2021, utang publik Indonesia mencapai 79% dari PDB.
Diskusi ini memperlihatkan bahwa tantangan utang dan kapasitas fiskal merupakan isu penting yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pembangunan kebijakan ekonomi di Indonesia.