Membayangkan Perasaan para Istri Hafidzin
Berita Baru, Kolom – Akhir-akhir ini, media sosial tengah dihebohkan oleh munculnya sosok mentor dan praktisi poligami, Kakek Hafidzin, eh, KH Hafidzin, di kanal youtube Narasi Newsroom, Selasa (16/11/2021).
Dari video yang diunggah oleh Narasi Newsroom tersebut dapat diketahui bahwa Kakek Hafidzin—supaya lebih akrab—hingga saat ini sudah menikahi enam (6) perempuan. Dua (2) dari mereka sudah dicerai. Satu karena menopause dan sisanya sebab memang sudah ditakdirkan berpisah. Begitu ungkapnya.
Alih-alih membahas motif dan alasan dia berani menggembor-gemborkan masalah poligami sampai membuat seminar dan lain sebagainya, tulisan saya kali ini akan lebih memaparkan tentang opini saya terkait kondisi psikis para istrinya.
Tapi, sebelumnya saya disclaimer terlebih dahulu bahwa saya bukanlah seorang psikiater atau psikolog. Saya hanyalah orang awam yang senang menganalisis tindakan dan ucapan seseorang. Jadi, jika opini saya keliru, mohon dimengerti.
Ummu Nailah, istri kedua Kakek Hafidzin menyebutkan bahwa alasannya mau menikah dengan Kakek Hafidzin adalah karena dijodohkan oleh kakak iparnya. Dia juga menyebutkan bahwa sebelumnya dia pernah menolak untuk dijodohkan, tapi karena hasutan dari keluarganya tersebut akhirnya dia berani mengambil keputusan untuk menikah dengan pria yang sudah beristri itu.
Istri ketiga, Amira Salsabila, juga mengungkapkan alasan yang sama dengan istri kedua. Keyakinan tentang “kakak ipar adalah orang baik” menguatkannya untuk berkata iya iya saja ketika dijodohkan.
Perempuan berumur 19 tahun, Fida, sang istri keempat yang dinikahi di usianya yang ke-16 pun mengungkapkan alasan yang tidak jauh berbeda. Meskipun sebelumnya sempat ragu karena merasa sudah dekat dengan istri-istri yang lain, berkat motivasi dari ayahnya akhirnya Fida pun juga mau dijadikan istri keempat.
Berdasarkan alasan-alasan yang dipaparkan oleh para istri Kakek Hafidzin tersebut, ada beberapa hal yang menjadi sangat penting untuk digaris bawahi.
Menurut opini saya, saat ini kondisi psikis ketiga istri Kakek Hafidzin sudah sepenuhnya dikuasai oleh doktrin-doktrin kuat yang diajarkan oleh keluarga dan termasuk oleh Kakek Hafidzin sendiri.
Semua tindakan yang mereka lakukan tak lepas dari apa yang dikatakan oleh suami dan keluarganya. Mereka hanya bisa manut saja.
Tidak ada satu pun dari mereka yang memberikan alasan bahwa mereka mau menikah karena atas dasar cinta, padahal sebenarnya Islam mengajarkan bahwa sebaiknya kita menikah dengan orang yang kita cintai.
Doktrin-doktrin yang dibungkus dengan dalih agama membuat mereka yakin dan tidak mempunyai hasrat untuk melawan. Kebebasan mereka sebagai manusia dibatasi sepenuhnya oleh lingkaran setan yang selama ini menghantui mereka.
Meskipun di luar terlihat “baik-baik saja” tapi menurut saya di lubuk hati terdalam mereka pasti ada keinginan untuk keluar dari lingkaran setan tersebut.
Inilah bahayanya belajar agama dari sembarang orang.
Islam memang tidak melarang poligami, asalkan laki-laki yang melakukannya sudah mapan secara finansial, mental, dan keilmuan.
Bukan seperti apa yang dikatakan Kakek Hafidzin, dia seolah-olah mendoktrin bahwa semua laki-laki harus berpoligami dan setiap istri harus mau dipoligami agar islam bisa jaya dan kembali murni.
Dari sekelumit kisah kontroversial Kakek Hafidzin ini, kita kembali membuka mata bahwa di luar sana ternyata banyak sekali paham-paham “aneh” yang berdampak besar pada pemikiran orang-orang awam. Ini membutuhkan perhatian dari semua pihak.
Jangan sampai semakin banyak orang yang terjerumus pada paham tersebut.
Lho, kok ikut-ikutan ngurusi hidup orang sih? Apa yang para istrinya rasakan kan mereka sendiri yang tahu? Hidup hidup orang!
Pasti ada saja yang berpendapat demikian terhadap tulisan saya.
Begini, benar, memang itu adalah hidup orang lain. Tapi ketika sudah go public maka ini menjadi masalah bersama. Sebenarnya, kalau pun mereka mau, ya terserah saja mau poligami atau dipoligami, tapi yo rak usah ngajak-ngajak orang lain juga.
Menurut saya, poligami bukanlah hal yang harus dan perlu dikampanyekan.
Jadi ingat, saya pertama kali mengetahui ada seminar poligami itu ketika masih duduk di bangku SMA dan saya menganggap mungkin itu hanya becandaan yang teman saya bagikan di grup dan status WA, ealah, ternyata memang ada. Hmm