Melalui Ilustrasi dan Literasi, Lintang Pandu Pratiwi Mewarnai Indonesia
Berita Baru, Jakarta – Seniman Muda yang turut mengharumkan Indonesia di kancah Dunia, Lintang Pandu Pratiwi, membagikan kisah “Mewarnai Indonesia” dalam #BERCERITA29 yang diadakan beritabaru.co, Selasa (05/01).
Dipandu oleh Al Muiz Liddinillah, Lintang memulai diskusi dengan menceritakan perjalanan karirnya yang berliku dalam dunia ilustrasi dan literasi.
Mulanya, tutur Lintang, ia tidak percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya. Namun, karena keresahan soal cita-cita, impian, yang kerap menganggu tidurnya, Lintang tergugah untuk mengembangkan lebih jauh bakatnya di bidang kepenulisan dan ilustrasi.
Hasil tidak akan pernah mengkhianati tekad dan usaha. Selang beberapa lama selepas merasa insecure dengan karyanya, Lintang seolah memperoleh jawaban. Kiriman karyanya mendapatkan respons positif dari salah satu penerbit nasional dan baginya ini merupakan semangat baru untuk melahirkan karya-karya lainnya.
“Rasanya kayak menemukan oase di gurun yang kering dan saya jadi memiliki semangat lagi untuk berkarya. Ada bayangan begini: ternyata karyaku tidak serendah yang kubayangkan,” ungkap gadis yang karyanya terpilih sebagai salah satu dari 72 ikon Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.
Dari titik balik yang dialaminya tersebut, Ia kemudian mendapatkan kesempatan untuk bekerja di tiga (3) media besar di Indonesia, yakni Koran Kompas, Majalah Bobo, dan Majalah Girls. Ia mendapatkan posisi sesuai dengan hobi dan minatnya, ilustrator.
Karena semangat dan keinginannya untuk bisa menjadi perempuan yang inspiratif, Lintang masih merasa perlu untuk melebarkan lagi lingkupnya. Lintang mulai menulis dongeng. Ia fokus pada dongeng-dongeng klasik Indonesia. Di sisi lain, Lintang juga mencoba untuk masuk di Pasar Internasional. Ia memanfaatkan berbagai platform yang ada.
Untuk kedua kalinya, perjuangan lintang berbuah. Dari platform tersebut, Lintang dipertemukan dengan banyak pengarang, editor, dan penerbit yang tertarik dengan hasil karyanya. Ada dari mereka bahkan yang mengajak Lintang untuk bekerja di salah satu media internasional.
“Sampai sekarang, sudah ada sekitar 100 buku yang beredar di berbagai belahan dunia. Kebanyakan dari Amerika dan Skotlandia. Selain itu ada pula yang dari Inggris, Jerman, dan sedang diterjemahkan ke bahasa Spanyol, Jepang, dan Singapor,” kata Lintang.
Menariknya, dalam melihat capainnya, Lintang menyebut bahwa ukuran keberhasilan bukanlah pengakuan dari orang lain, tetapi bagaimana ia bisa menikmati setiap proses dalam berkarya dan bahagia ketika melalui suatu karya, ia bisa dipertemukan dengan beragam jaringan, teman baru, dan tentunya peluang untuk membuka kesempatan di bidang karya lain.
“Jadi, buat saya, keberhasilan itu tidak tergantung pada anggapan orang lain,” ujar perempuan yang salah satu karyanya populer di Amazon ini.
Banyak karya Lintang memang sudah beredar secara global, namun ini tidak membuatnya untuk berhenti belajar. Betapapun, Ia merasa perlu untuk belajar lagi dari ilustrator-ilustrator lain. Belum lagi, kata Lintang, jika ini dihubungkan dengan perkembangan teknologi hari.
“Untuk menghadapi itu semua, kuncinya satu: harus adaptasi. Kita tidak bisa tidak selalu belajar, termasuk mempelajari perkembangan kita sendiri,” tuturnya.
Sementara itu, dalam kaitannya dengan pandemi, Lintang berpendapat bahwa di setiap musibah pasti ada celah tempat seseorang bisa menciptakan peluang. Yang kita butuhkan di sini, lanjutnya, adalah kreativitas dan perspektif.
“Dari perspektif tertentu, pandemi memberikan kita lebih banyak waktu untuk menyiapkan segalanya yang kita impikan, entah itu menulis, melukis, atau apa pun, sehingga ketika nanti sudah kembali normal, kita tinggal terbang. Persiapannya kan sudah,” jelas ilustrator yang kelahiran Batu-Jawa Timur ini.
Sebagai penutup “bercerita”, Lintang berpesan khususnya pada generasi millenial untuk tetap bangga menjadi diri sendiri dengan menghargai setiap karya yang sudah kita lahirkan. Selain itu, Lintang juga berbagi trik agar setiap karya kita memiliki novelty atau orisinalitas, yakni dengan tidak mengikuti tren.
“Ketika kita ingin melahirkan suatu karya, cobalah untuk melakukannya karena diri kita sendiri, karena kita ingin, bukan karena itu sedang tren di masyarakat,” pesan Lintang, gadis yang salah satu ilustrasinya juga terpampang di salah satu toko populer di AS Barnes & Noble itu.