Masyarakat Sipil Papua Tolak Proyek Food Estate
Berita Baru, Jayapura – Koalisi Masyarakat Sipil yang berbasis di Papua menyatakan sikap penolakannya terhadap proyek Food Estate seluas 2.052.551 ha yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. Luasan ini sebagai akumulasi dari 1.304.574 ha Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Konversi, serta 734.377 ha Areal Penggunaan Lain (APL).
Koalisi tersebut terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua, KPCK Sinode GKI di Tanah Papua, Perkumpulan Advokat HAM (PAHAM) Papua, Perkumpulan Terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (pt.PPMA) Papua, SKP Keuskupan Agung Merauke, Jaringan Kerja Rakyat (JERAT) Papua, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, dan SKPKC Fransiskan Papua.
Juru bicara Koalisi Masyarakat Sipil, Sabatha Rumadas mengatakan bahwa proyek food estate untuk alasan ketahananan pangan di masa pandemi Covid-19 adalah suatu perencanaan yang diduga akan menimbulkan masalah baru.
“Berbagai rekomendasi investasi oleh pemerintah di Tanah Papua telah melahirkan sejumlah masalah yang belum terpulihkan. Kondisi tersebut telah berakibat pada krisis multidimensi”. Papar Sabatha dalam siaran pers yang diterima Beritabaru.co pada Senin (28/9).
Sabatha juga mengingatkan pengalaman empiris terkait adanya rangkaian pembangunan berbasis industri telah menimbulkan keterpurukan kehidupan orang asli papua. Dalam hal ini, ia menilai negara belum pernah hadir membawa keadilan.
“Negara belum hadir memberi rasa keadilan sesuai amanat konstitusi. Pertanyaannya, dimana tanggung jawab negara terhadap kehidupan Orang Asli Papua yang terdampak pembangunan oleh industri ekstraktif?”. Tegas Sabatha.
Hilangnya sumber daya di Papua, lanjut Sabatha, telah menyebabkan terjadinya krisis domestik bagi orang asli Papua. Di sisi lain negara lepas tanggungjawab dan terkesan lebih membela investasi.
“Negara lebih menyayangi investasi daripada rakyatnya”. Tandasnya.
Direktur Eksekutif WALHI Papua Aiesh Rumbekwan bahkan menilai rencana Presiden Jokowi membangun food estate di Papua adalah rencana untuk mengulang kegagalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam membangun Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) sejak tahun 2010 silam.
Proyek MIFEE yang pernah dilanjutkan Presiden Jokowi pada tahun 2015 tersebut, imbuh Aiesh, terbukti gagal karena tidak mampu merealisasikan pengembangan tanaman pangan seperti beras, jagung, dan kedelai. Justru saat ini faktanya lebih banyak didominasi industi perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industtri (HTI).
“Ini menunjukkan food estate tidak berhasil di Merauke”. Tukas Aiesh.
Senada dengan Sabatha dan Aiesh, Direktur Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Agung Merauke (KAMe) Pastor Anselmus Amo menyatakan program apa pun yang masuk ke Selatan Papua, termasuk Food Estate, perlu ada dialog yang dilakukan secara partisipatif dengan Masyarakat Adat.
Menurutnya, masyarakat adat juga sudah memiliki kerangka mengamankan wilayah adat mereka untuk kepentingan anak cucu di masa mendatang.