Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store
Gambar dibuat dengan AI

Masyarakat Sipil Indonesia Dorong Penyempurnaan Sistem Benchmarking EUDR demi Keadilan Sosial dan Lingkungan



Berita Baru, Jakarta Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia, yang terdiri dari 45 organisasi, termasuk LSM, serikat petani, buruh perkebunan, organisasi masyarakat adat, komunitas lokal, serta perwakilan perempuan dan pemuda, meluncurkan Kertas Posisi Bersama terkait sistem pemeringkatan (benchmarking) dalam Regulasi Anti-Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Dokumen ini menyoroti tantangan yang dihadapi negara produsen seperti Indonesia dalam memenuhi persyaratan EUDR, yang mulai berlaku sejak Juni 2023.

EUDR bertujuan memastikan produk impor ke Uni Eropa bebas dari deforestasi setelah Desember 2020, dengan menggunakan sistem benchmarking untuk mengklasifikasikan negara berdasarkan risiko deforestasi. Namun, Koalisi Masyarakat Sipil menilai pendekatan ini memiliki kelemahan yang dapat berdampak pada masyarakat lokal dan petani kecil. Menurut mereka, sistem ini berpotensi menciptakan diskriminasi, terutama bagi negara dengan kompleksitas tata kelola seperti Indonesia.

Dalam Kertas Posisi Bersama ini, Koalisi mengajukan serangkaian rekomendasi untuk menyempurnakan sistem benchmarking agar lebih adil dan inklusif. Beberapa poin utama dari rekomendasi tersebut meliputi:

  1. Penilaian Risiko Spesifik Komoditas
    Sistem harus mempertimbangkan risiko yang bervariasi antar komoditas, seperti minyak sawit, kopi, dan karet, daripada menggunakan pendekatan umum yang dapat merugikan negara produsen tertentu.
  2. Peningkatan Keterlibatan Pemangku Kepentingan
    Pemangku kepentingan lokal, termasuk petani kecil, buruh perkebunan, dan komunitas adat, harus dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan untuk memastikan representasi yang adil.
  3. Perbaikan Transparansi
    Proses benchmarking perlu lebih transparan dengan melibatkan data yang dapat diakses publik dan validasi dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil. “Sistem ini harus didasarkan pada data yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar perwakilan Koalisi.
  4. Pengakuan Inisiatif Keberlanjutan Lokal
    Inisiatif keberlanjutan seperti Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) harus dihargai sebagai bagian dari upaya nasional untuk mendorong praktik ramah lingkungan.
  5. Penilaian Dampak Sosial-Ekonomi
    Sistem harus mempertimbangkan dampaknya terhadap petani kecil dan masyarakat adat yang bergantung pada sektor kehutanan dan perkebunan untuk mata pencaharian mereka.

Koalisi juga menekankan pentingnya menggunakan pendekatan berbasis bukti ilmiah untuk menghasilkan penilaian yang objektif. “Indikator tambahan seperti indeks korupsi, konflik agraria, dan tata kelola lahan harus dimasukkan untuk menciptakan sistem yang lebih adil,” ungkapnya,

EUDR juga perlu mengadopsi mekanisme yang memungkinkan dialog berkelanjutan antara Uni Eropa dan negara produsen, guna memastikan kebijakan tidak hanya mendukung tujuan lingkungan, tetapi juga menjaga keseimbangan sosial dan ekonomi. “Keterlibatan langsung masyarakat sipil, petani kecil, dan komunitas adat sangat penting untuk memastikan kebijakan ini tidak merugikan pihak yang paling rentan,” tambah Koalisi​.

Dengan rekomendasi ini, Koalisi Masyarakat Sipil berharap EUDR dapat menjadi instrumen yang tidak hanya efektif melindungi hutan global, tetapi juga mendorong pembangunan berkelanjutan di negara-negara produsen seperti Indonesia. Keberhasilan sistem benchmarking bergantung pada keberanian Uni Eropa untuk mendengar masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan berkomitmen terhadap keadilan global.