Masyarakat Galang Dukungan Melalui Amicus Curiae untuk Soal Komersialisasi Pendidikan
Berita Baru, Jakarta – Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis) bersama Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat (Gemarak) mengadakan aksi di depan Mahkamah Agung (MA) Jakarta Pusat, pada Kamis siang pekan lalu (11/7/2024). Aksi ini merupakan tindak lanjut dari pengajuan uji materi terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang diajukan pada 13 Juni 2024.
Proses uji materi ini mengalami keterlambatan karena Mahkamah Agung tidak memberikan nomor register dalam waktu 14 hari setelah permohonan diajukan. Hingga hampir 30 hari berlalu, nomor register belum juga diterbitkan. Sebagai respons terhadap lambatnya penanganan ini, jaringan Apatis di Jakarta mengadakan konsolidasi pada 8 Juli 2024 untuk menindaklanjuti masalah ini. Hasil konsolidasi tersebut memutuskan untuk mengadakan aksi desakan pada 11 Juli 2024.
Pada 10 Juli 2024 Tim Kuasa Hukum Advokasi Pendidikan Nasional menerima surat dari Mahkamah Agung mengenai nomor register, yaitu 37 P/HUM/2024, yang diterbitkan bersamaan dengan aksi serentak media oleh Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis).
“Seharusnya ini diproses dalam waktu 14 hari,” kata Sekar, salah satu pelamar dari Apatis saat beraksi di depan Gedung MA, Jakarta Pusat.
Aksi pada 11 Juli tetap dilaksanakan untuk mendesak Mahkamah Agung segera menyidangkan dan menentukan hakim atas perkara uji materi tersebut. Apatis juga membawa beberapa tuntutan dan petisi kepada Presiden RI dan Nadiem Makarim selaku Mendikbudristek untuk menolak tindakan represif intimidasi terhadap mahasiswa yang menyuarakan biaya kuliah mahal dan menolak komersialisasi pendidikan agar kembali merujuk kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diamanatkan Konstitusi, yaitu memberikan 20% untuk pendidikan Indonesia.
Adapun beberapa tuntutan yang dibawakan pada aksi tersebut adalah, pertama, Cabut Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi. Kedua, Kembalikan rumus Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah yaitu Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Badan Hukum (BPPTNBH) bersifat wajib atau pihak lain yang membiayainya.
Selain itu, Aliansi Pendidikan Gratis juga menggalang dukungan melalui Amicus Curiae. Dukungan ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan hakim dalam membentuk keyakinan saat memutus perkara ini. Timeline penyusunan amicus curiae dimulai pada 14 sampai 16 Juli, dengan aksi serentak pengiriman pada 18 Juli. Link amicus curiae dapat diakses melalui bit.ly/TemplateAmicusCuriaeAPATIS.
Amicus curiae adalah pihak ketiga, baik individu maupun organisasi profesional, yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara namun memiliki kepentingan atau kepedulian atas perkara tersebut. Mereka memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis untuk membantu peradilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Dikutip dari laman Hukum Online.
Apatis juga menyerukan agar seluruh PTN melibatkan semua pemangku kepentingan kampus untuk merencanakan dan mengambil langkah strategis terkait kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Pasca gugatan, Apatis berencana mengadakan diskusi untuk membahas langkah-langkah selanjutnya dalam memperjuangkan pendidikan yang lebih adil dan terjangkau.
“Target Apatis setelah ini tidak akan diam saja dan tidak akan jadi mangsa yang cair. Kami akan datang ke kampus-kampus, namanya panggilan pendidikan. Seperti melakukan road show, ada tahlilan pendidikan untuk menyebarkan agitasi, kajian dan mengajak seluruh mahasiswa dan elemen masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengirimkan amicus curiae.” pungkas Sekar.