Masyarakat Adat Tolak Proyek Geothermal dan Pengesahan UU Masyarakat Adat
Berita Baru, Jakarta – Gelombang aksi dari Masyarakat Adat masih terus berlangsung di berbagai daerah, menuntut pemerintah segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat dan menghentikan proyek geothermal yang dianggap mengancam kelestarian lingkungan dan merampas tanah adat.
Di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga, bersama sejumlah organisasi kepemudaan, menggelar aksi damai pada Senin, 14 Oktober 2024. Mereka berkumpul di depan kantor Bupati dan DPRD Ende untuk menyampaikan tuntutan, terutama terkait pengesahan UU Masyarakat Adat dan penolakan proyek Geothermal Lesugolo.
Koordinator aksi sekaligus Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Flores Tengah, Kristoforus Ata Kita, menegaskan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat. Dalam orasinya, Kristoforus menyerukan agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk melindungi Masyarakat Adat dan lingkungan mereka.
“Kami mendesak pemerintah pusat untuk segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat, menghentikan diskriminasi dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat, serta mencabut SK Kementerian ESDM tentang penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi,” ujar Kristoforus saat berorasi di depan kantor Bupati Ende.
Selain itu, Sovia Tentiana Risna dari Perempuan AMAN juga turut menyampaikan tuntutan mereka. Ia menyuarakan tiga tuntutan utama: perhatian terhadap Masyarakat Adat yang terdampak proyek Geothermal, pembayaran ganti rugi atas tanah Masyarakat Adat Rendu terkait pembangunan waduk Lambo, serta menuntut keadilan bagi Masyarakat Adat Pocoleok dan wartawan yang diduga mengalami penganiayaan di Kabupaten Manggarai.
“Aksi ini adalah bentuk protes atas berbagai kebijakan pemerintah yang merugikan hak-hak Masyarakat Adat dan lingkungan,” tegas Sovia.
Aksi di Manado
Seruan serupa juga terdengar di Manado, Sulawesi Utara. Pada Jumat, 11 Oktober 2024, Aliansi Masyarakat Adat, Sipil, dan Mahasiswa (AMARAH) melakukan aksi di kantor DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Mereka menolak reklamasi di Teluk Manado serta mendesak pemerintah menghentikan perampasan wilayah adat dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat Kalasey Dua dan perkebunan Kelelondey.
Kharisma Kurama, Ketua Pelaksana Harian Wilayah AMAN Sulawesi Utara, menyesalkan kurangnya perhatian dari pemerintah terkait berbagai persoalan yang dihadapi Masyarakat Adat. “Kita sedih, selama ini tidak ada itikad baik dari pemerintah dan DPRD Sulawesi Utara untuk menyelesaikan permasalahan Masyarakat Adat yang ada di wilayah ini,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa jika tuntutan mereka tidak direspon, AMAN Sulawesi Utara akan kembali melakukan aksi lanjutan di kantor Gubernur dan DPRD.
“Kami menunggu sikap tegas dari pemerintah dan DPRD, jika tidak direspon maka kami akan kembali menduduki gedung DPRD,” tambah Kharisma.
Aksi damai di berbagai daerah ini menunjukkan tekad Masyarakat Adat untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka dan melawan proyek-proyek yang dinilai merusak lingkungan serta mengancam keberlangsungan hidup Masyarakat Adat.