Marak Pelecehan Seksual pada Perempuan dan Anak, Ning Min: Korban Harus Dijamin Masa Depannya
Berita Baru, Gresik – Banyaknya aksi seksual harassment atau pelecehan terhadap perempuan dan anak yang masih terjadi di Kabupaten Gresik membuat prihatin salah satu pemerhati perempuan dan anak, Aminatun Habibah.
Seperti yang baru-baru ini terjadi di Desa Bangeran, Kecamatan Dukun. Seorang perempuan di bawah umur yang masih duduk di kelas akhir sekolah menengah pertama menjadi korban pelecehan seksual.
Tak terima dengan kejadian tersebut, orang tua korban melaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Gresik. Pasalnya, korban dibawa kabur oleh seorang pemuda hingga berhari-hari.
Bu Min panggilan akrab Aminatun Habibah, mengaku prihatin atas kasus tersebut. Apalagi, belum ada tindakan apapun dari pemerintah daerah terkait penanganan korban.
“Seharusnya ada tindakan serius. Tidak hanya didatangi saja. Harus ada tindakan selanjutnya bagaimana. Pemerintah harus juga memikirkan bagaimana pendidikannya dan masa depannya juga. Harus ada program jangka panjang,” katanya, Selasa (21/7).
Sebegai seorang perempuan, Neng Min yang juga salah satu pendiri Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Gresik ini menyoroti minimnya anggaran pemerintah daerah dalam rangka memberikan perhatian kepada perempuan dan anak.
“Selama ini sangat minim. Apalagi ketika sosialisasi saya bersama teman-teman kadang mengeluarkan biaya sendiri. Tidak ada anggaran khusus,” ujarnya.
Menurut Bu Min, pemerintah daerah seharusnya mempunyai inisiatif untuk menganggarkan dana di APBD khusus untuk penanganan kasus yang menyangkut perempuan dan anak.
“Supaya, ketika ada kasus seperti ini harus ditangani dengan cepat oleh Tim pendamping perempuan dan anak,” imbuhnya.
Bakal calon Wakil Bupati Gresik yang mendampingi Fandi Akhmad Yani atau Gus Yani ini menerangkan, kasus seksual harassment yang sering terjadi di kabupaten Gresik tidak pernah ada solusi yang bersifat mencegah. Rata-rata kasusnya hanya diselesaikan secara hukum dengan menjerat pelaku.
Menurutnya, upaya mencegah dan menjamin masa depan korban dinilai lebih penting.
“Kan Pemkab Gresik tidak pernah ada upaya pendekatan trauma healing ke korban. Kemudian edukasi ke keluarganya tentang control terhadap anak sebagai proteksi juga nihil. Mungkin karena minimnya anggaran sehingga kerjanya tidak serius,” pungkasnya.