Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan penjelasan terkait isu penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden dalam YouTube Kemenko Polhukam RI, Senin (7/3). (Foto: Tangkap Layar)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (Foto: Tangkap Layar)

Mahfud Sebut Pelaku LGBT Belum Bisa Dijerat Hukum di Indonesia



Berita Baru, Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan pelaku lesbian, biseksual, gay, dan transgender (LGBT) di Indonesia belum bisa dijerat pidana. Hal tersebut dikarenakan hingga saat ini belum ada Undang-Undang yang melarang hal tersebut.

Pernyataan tersebut disampaikan Mahfud di akun media sosial Twitter pribadinya @mohmahfudmd saat merespon cuitan Said Didu terkait polemik konten pasangan gay di channel YouTube Deddy Corbuzier yang tengah ramai diperbincangkan publik.

“Pemahaman Anda bukan pemahaman hukum. Coba saya tanya balik: mau dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku LGBT? Nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi hukum. Nah LGBT dan penyiarnya itu belum dilarang oleh hukum. Jadi ini bukan kasus hukum,” kata Mahfud, Rabu (11/5/2022).

Mahfud menilai saat ini belum ada aturan hukum di Indonesia yang bisa menjerat pidana kelompok LGBT. Karena itu, ia mengatakan seluruh nilai-nilai terkandung dalam Pancasila maupun agama belum semuanya menjadi produk hukum di Indonesia.

Mahfud mencontohkan bahwa Pancasila mengajarkan bangsa Indonesia nilai berketuhanan. Tapi di sisi lain, tidak ada orang yang dihukum karena tak bertuhan atau ateis di Indonesia.

“Mengapa? Ya, karena belum diatur dengan hukum. Orang berzina atau LGBT menurut Islam juga tak bisa dihukum karena hukum zina dan LGBT menurut KUHP berbeda dengan konsep dalam agama,” Sambung Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan berdasarkan asas legalitas seseorang dapat dijerat sanksi hukum jika sudah ada produk hukumnya. Jika belum ada produk hukum, maka sanksinya sekadar sanksi otonom atau sanksi moral.

“Seperti caci maki publik, pengucilan, malu, merasa berdosa dan lainnya. Sanksi otonom adalah sanksi moral dan sosial. Banyak ajaran agama yang belum menjadi hukum,” kata dia.

Mahfud juga menyoroti soal Pasal 292 KUHP tentang pencabulan. Baginya, pasal itu hanya mengatur soal larangan homoseksual atau lesbian antara orang dewasa dan anak-anak.

Pasal 292 KUHP berbunyi “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

“Kalau lesbi/homo sesama orang dewasa apa ancaman hukumannya? Tidak ada, kan? Kalau kita menghukum tanpa ada ancaman hukumnya lebih dulu berarti melanggar asas legalitas, bisa sewenang-wenang. Makanya ber-Pancasila bukan hanya berhukum, tapi juga bermoral,” kata dia.