Mahfud Minta Propam Polri Periksa Penyidik Kasus Pemerkosaan Pegawai Kemenkop
Berita Baru, Jakarta – Menko Polhukam Mahfud Md meminta Divisi Propam Polri memeriksa penyidik Polresta Bogor yang menangani kasus pemerkosaan sesama pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM).
“Rapat koordinasi tadi juga mau minta kepada Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara ini yang sejak awal sangat tidak profesional,” kata Mahfud dalam keterangan melalui kanal YouTube Kemenko Polhukam, Rabu (18/1).
Mahfud menjelaskan dua alasan ketidakprofesionalan. Pertama karena telah mengeluarkan surat penghentian penyelidikan perkara (SP3) dengan dua surat yang berbeda ke alamat berbeda disertai alasan berbeda.
“Yang pertama surat pemberitahuan SP3 kepada jaksa menyatakan perkara di-SP3 karena restorative justice, tetapi surat pemberitahuan kepada korban menyatakan SP3 dikeluarkan karena tidak cukup bukti. Satu kasus yang sama diberi alasan yang berbeda kepada pihak yang berbeda,” terangnya.
Menurut Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, lanjutnya, yakni di dalam pasal 12 yang berlaku ketika kasus ini diproses bahwa kasus-kasus yang bisa diberi restorative justice adalah kasus yang kalau diberi restorative justice tidak menimbulkan kehebohan.
“Tidak meresahkan di tengah-tengah masyarakat, dan tidak mendapat penolakan dari masyarakat. Syarat ini tidak dipenuhi,” ujar Mahfud.
Kedua, penyidik Polresta Bogor memberikan penjelasan yang oleh hakim praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor dijadikan dasar bahwa pencabutan SP3 hanya berdasarkan hasil rakor di Kemenkopolhukam.
“Sebab dalam faktanya rakor di Kemenkopolhukam itu hanya menyamakan persepsi bahwa penanganannya salah, sedangkan projustitia-nya dibicarakan melalui gelar perkara internal di Polresta Bogor itu dilakukan,” katanya.
Mahfud mengaku bahwa Kemenkopolhukam mendapatkan informasi bahwa Polresta Bogor telah melaksanakan keputusan rakor tersebut.
“Sehingga pencabutan SP3 itu tidak langsung karena ada keputusan rakor di Kemenkopolhukam melainkan hasil rakor itu sudah dituangkan di dalam proses-proses yang formal di internal Polresta Bogor,” ujar Mahfud.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bogor menerima gugatan dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan tiga orang tersangka kasus kekerasan seksual pegawai perempuan Kemenkop UKM.
Gugatan praperadilan yang terdaftar dalam Sistem Informasi Penanganan Pengadilan (SIPP) Negeri Kota Bogor dengan Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2022/PN Bgr dan putusannya ditetapkan pada Kamis (12/1). Dengan putusan tersebut, maka status tersangka kasus kekerasan seksual terhadap ketiganya menjadi gugur.
Mahfud menyebut pemerintah menghormati vonis Hakim PN Kota Bogor, yang menerima gugatan terhadap pencabutan SP3 oleh Polresta Bogor yang diajukan tiga dari empat tersangka pelaku kekerasan seksual.
“Rakor tadi menyatakan menghormati vonis Hakim Pengadilan Negeri Kota Bogor atas gugatan praperadilan dari tersangka pelaku bahwa SP3 yang pernah dicabut untuk mereka dinyatakan sah oleh hakim sehingga pencabutan yang dilakukan Polresta Bogor itu dianggap tidak sah, sedangkan yang sah adalah pengeluaran SP3-nya,” terang Mahfud.
Lebih lanjut, Mantan Ketua MK itu menyebutkan bahwa praperadilan tersebut belum memutus pokok atau substansi perkara. Sehingga, jika proses ini dilanjutkan kembali, maka tidak dapat dikatakan nebis in idem.
“Karena memang pokok perkaranya yaitu kejahatan sesuai dengan Pasal 286 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) itu belum pernah disidangkan. Itu untuk perkaranya,” ujar Mahfud.
Oleh sebab itu, Menko Polhukam Mahfud MD meminta agar kasus pemerkosaan pegawai perempuan di Kemenkop UKM itu kembali diproses. “Kami berdasarkan hasil rapat koordinasi akan terus mendorong bahwa perkara ini dilanjutkan, untuk diproses kembali sesuai dengan laporan korban,” katanya.
Kasus kekerasan seksual terhadap pegawai perempuan Kemenkop UKM berinisial ND oleh empat rekan kerjanya terjadi pada 6 Desember 2019 yang sempat diusut Polresta Bogor, tapi terhenti sebelum hasil penyidikan dinyatakan lengkap atau P21.
Setelah keluarga pelaku yang merupakan pejabat Kemenkop UKM mendatangi orang tua korban meminta berdamai, menikahkan korban dengan salah satu pelaku, dan mencabut laporan.
Akan tetapi kasus kembali mengemuka setelah pelaku yang dinikahkan dengan korban NB meminta bercerai dan menjadi viral hingga mendapat perhatian dari Kemenkopolhukam.
Kemenkopolhukam kemudian menggelar rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kabareskrim Komjen Pol. Agus Andrianto, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), kejaksaan, dan Kemenkop UKM.
Hasil rapat tersebut berujung kepada keputusan Polresta Bogor mencabut SP3 kasus yang belakangan digugat melalui praperadilan oleh tiga dari empat orang tersangka.