Mahfud MD: Menyelesaikan Masalah Hukum Tidak Mudah
Berita Baru, Jakarta – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya melakukan reformasi penegakan hukum di Indonesia sesuai instruksi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
“Kita usahakan sebisa mungkin. Dengan catatan, menyelesaikan masalah-masalah hukum itu tidak mudah,” kata Menko Polhukam Mahfud MD, saat jumpa pers ‘Catatan Akhir Tahun Menko Polhukam’, dipantau secara dari YouTube Kemenko Polhukam RI, Jumat (16/12).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjelaskan beberapa hal yang menjadi hambatan dalam mengatasi masalah-masalah hukum yang ada. Salah satunya, terkait batasan kewenangan pemerintah sebagai negara yang menganut sistem demokrasi.
Batasan kewenangan yang dicontohkan Mahfud, misalnya bila pemerintah akan melakukan reformasi Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, hal itu tidak bisa dilakukan secara sembarangan karena Undang-Undang Dasar (UUD) RI menegaskan MA merupakan rumah sendiri sebagai rumah Yudikatif.
“Kita tidak boleh ikut campur ke sana. Sekarang kita melakukan diskusi-diskusi bagaimana memperbaiki itu tanpa merusak struktur ketatanegaraan kita,” tutur Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tersebut.
Contoh lain yang diungkap Menko Polhukam adalah terkait masalah Randangan Undang-Undang (RUU) atau Undang-Undang (UU) yang dianggap tidak benar atau bermasalah sehingga diprotes oleh masyarakat. Bagi Mahfud itu ranah DPR.
Sehingga pemerintah, dalam hal ini Kemenko Polhukam, tidak bisa secara langsung melakukan langkah-langkah pembenahan di bidang pembentukan hukum. Sekalipun ingin, harus sejalan dengan persetujuan DPR, sebab kewenangannya ada di DPR.
“Itu, batas kewenangan dan lingkup-lingkup kekuasaan di dalam struktur ketatanegaraan kita,” tutur pria kelahiran 1957, Sampang, Madura itu.
Selain batasan kewenangan, lanjutnya, kebijakan pemerintah di masa lalu juga menjadi hambatan yang cukup sulit dalam menyelesaikan masalah penegakan hukum di tanah air, utamanya terkait persoalan agraria. Seperti, penguasaan tanah negara oleh asing, pencaplokan tanah adat untuk kepentingan industri, serta praktek pemberian IUP secara ilegal dan lain sebagainya.
“Kita sering terjerat kepada kebijakan masa lalu yang berdampak sekarang. Tetapi kita kan tidak menyalahkan masa lalu. Saya hanya menjelaskan, tidak menyalahkan. Pada saat itu mungkin diperlukan untuk keperluan mengundang investor. Tetapi jangan katakan bahwa itu diobral sekarang,” ujar Mahfud.