Mahasiswa Unkhair yang di-DO Usai Mengikuti Demo Papua, Kini Dijerat Pasal Makar
Berita Baru, Ternate — Mahasiswa Universitas Khairun, Ternate, Arbi M. Nur di-drop out (DO) setelah mengikuti aksi pembebasan Papua. Tidak hanya itu, Arbi juga dikenakan pasal makar oleh Kepolisian Resor (Polres) Ternate.
Pengacara publik Papua Itu Kita, Tigor Hutapea mengatakan bahwa Arbi disidik menggunakan pasal makar sejak awal penyidikan.
Menurut Tigor, Arbi mendapat surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dengan nomor SPDP/48/VII/2020. Hal itu diketahui setelah Polres Ternate mengirim SPDP itu ke Kejaksaan Negeri Ternate, pada 13 Juli 2020.
“Dalam surat tersebut, Arbi diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara dan atau kejahatan terhadap ketertiban umum yang diatur dalam KUHP pasal 106 dan atau 160 dan atau 161 jo pasal 55 ayat 1,” kata Tigor dalam surat keterangannya, Senin (20/7).
Lebih lanjut Tigor juga mengungkapkan, Surat Keputusan (SK) Rektor Unkhair 1860/UN44/KP/2019, yang terbit pada 12 Desember 2019, perihal sanksi DO kepada Arbi dan tiga rekannya (Ikra S. Alkatiri, Fahyudi Kabir, dan Fahrul AW Bone, lanjut Tigor) diputus secara sepihak oleh Universitas Khairun.
Diketahui, Rektor Unkhair Husen Alting men-drop out empat mahasiswanya karena terlibat dalam demonstrasi terkait isu Papua pada 2 Desember 2019. SK Rektor itu berdasarkan Surat Rekomendasi Senat Unkhair nomor 64/UN 44/PW/2019 dan Surat Pemberitahuan Kapolres Ternate nomor B/528/XII/2019/ResTernate. Kedua surat tersebut terbit pada tanggal yang sama dengan keluarnya SK Rektor.
“Dalam Surat Pemberitahuan Kapolres Ternate, disebut bahwa Arbi dan kawan-kawan telah mencemarkan nama baik kampus karena turut serta dalam aksi ‘pembebasan Papua’ yang mengarah pada tindakan makar,” ujar Tigor.
Kemudian, keempat mahasiswa itu menggugat SK Rektor ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon sejak April 2020. Mereka melakukan gugatan karena rektor Unkhair sulit diajak mediasi untuk membahas persoalan sanksi DO. Pada 23 Juli 2020 sidang tersebut akan memasuki agenda pembuktian.
Tigor mengatakan bahwa pihaknya menduga penyidikan terhadap Arbi di kepolisian berkaitan dengan gugatan yang diajukan empat mahasiswa atas SK Rektor Unkhair. Menurutnya, keputusan drop out yang dikeluarkan Rektor Unkhair adalah tindakan ceroboh.
“Tindakan makar yang diduga dilakukan seseorang harus dibuktikan dan diputuskan oleh pengadilan. Sekadar surat pemberitahuan dari kapolres, jelas tidak bisa menjadi acuan legal formal,” ungkapnya.
Tigor pun menyatakan bahwa demonstrasi yang dilakukan Arbi merupakan aksi damai di depan Universitas Muhammadiyah Ternate. Dalam aksinya, Arbi beserta rekannya lebih banyak menyampaikan tuntutan pembebasan para tahanan politik (tapol) Papua.
“Arbi juga menyuarakan berbagai pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua. Sekali lagi, demonstrasi dilakukan secara damai, tertib, tanpa membawa senjata tumpul, tajam, api, serta tanpa kekerasan terhadap manusia maupun properti,” katanya.
Tigor menyampaikan, kekerasan dan serangan fisik justru dilakukan tentara dan polisi saat membubarkan demonstrasi tersebut.
“Pembubaran dilakukan secara brutal. Massa aksi yang terdiri dari sekitar 50 mahasiswa dari berbagai universitas seketika buyar setelah sebagian massa aksi diseret, ditendang, dan dipukuli tentara serta polisi,” pungkanya.