Mahasiswa UINAM Tuntut Pencabutan Surat Edaran yang Dinilai Membungkam Kebebasan Berekspresi
Berita Baru, Makassar – Situasi di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) semakin memanas setelah terbitnya Surat Edaran (SE) No. 2591 pada 25 Juli 2024. SE tersebut mengharuskan mahasiswa meminta izin tertulis kepada pihak kampus sebelum menyampaikan aspirasi dan pendapat di muka umum. Aturan ini menimbulkan keresahan di kalangan mahasiswa, yang menganggapnya sebagai upaya memberangus demokrasi di lingkungan kampus.
Dalam aksi unjuk rasa yang digelar pada Rabu, 31 Juli 2024, sekitar 100 mahasiswa menuntut pencabutan SE tersebut. “Surat edaran ini bertentangan dengan hak dasar kami sebagai mahasiswa. Hak untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat dijamin oleh konstitusi,” ujar mahasiswa dalam siaran pers yang diterbitkan oleh LBH Makassar pada Selasa (8/10/2024).
Aksi protes ini diikuti dengan sanksi skorsing terhadap 31 mahasiswa dari berbagai fakultas. Proses skorsing tersebut menimbulkan kontroversi, terutama karena sidang di Dewan Kehormatan Universitas (DKU) dianggap tidak adil. Salah seorang mahasiswa, Reski, menyatakan, “Hasil sidang di DKU tidak mempengaruhi apakah kami dinyatakan bersalah atau tidak. Ini hanya ilusi demokrasi.”
Selain pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi, mahasiswa juga mengecam tindakan represif aparat keamanan kampus yang kerap menggunakan kekerasan. Pada 30 Juli 2024, mahasiswa yang berdemo ditangkap dan dianiaya oleh 30 orang aparat keamanan kampus. “Kami dituduh membawa senjata tajam, tapi tidak ada bukti,” ungkap seorang mahasiswa yang enggan disebutkan namanya.
Masalah ini semakin diperparah dengan maraknya kasus kekerasan berbasis gender di lingkungan UINAM. Menurut catatan LBH Makassar, sejak Maret 2023 hingga Januari 2024, ada empat kasus kekerasan seksual yang tidak ditangani dengan baik oleh pihak kampus. “Kasus ini hanyalah puncak gunung es dari ketidakmampuan kampus menciptakan ruang aman bagi mahasiswa,” kata salah seorang perwakilan LBH Makassar.
Meningkatnya kasus kekerasan dan lemahnya penegakan hukum di kampus memicu kekhawatiran terhadap kualitas pendidikan di UINAM. “Jika kampus terus abai terhadap peraturan, maka dampaknya akan sangat buruk bagi masa depan pendidikan di sini,” tegas seorang mahasiswa.
Di tengah krisis ini, mahasiswa mendesak Komnas HAM dan Kementerian Agama untuk mengambil tindakan tegas. Mereka meminta pencabutan SE No. 2591 dan pembatalan skorsing mahasiswa. Mahasiswa juga menuntut pembentukan ruang dialog yang lebih inklusif di kampus.
“Hamdan Juhannis sedang menggali kuburan bagi demokrasi di UINAM. Kampus ini butuh pemimpin yang menghormati hak mahasiswa, bukan yang menindasnya,” pungkas seorang perwakilan aksi.