Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

LCS Memanas, China Tembakkan Dua Rudal Mematikan sebagai Peringatan kepada AS
: Rudal DF-21 merupakan rudal balistik anti-kapal yang menyerang kapal yang bergerak di laut.Foto: Wu Hong / EPA.

LCS Memanas, China Tembakkan Dua Rudal Mematikan sebagai Peringatan kepada AS



Berita Baru, Internasional –  China menembakkan dua rudal balistik jarak menengah ke Laut China Selatan (LCS) sebagai tanggapan terhadap aktivitas angkatan udara AS di area ‘zona larangan terbang’, Rabu (27/8).

Menurut South China Morning Post (SCMP), langkah dari Beijing itu dilakukan satu hari setelah China mengatakan sebuah pesawat mata-mata U-2 AS memasuki zona larangan terbang tanpa izin selama latihan angkatan laut China di Laut Bohai di lepas pantai utara.

Dua rudal itu adalah rudal balistik jarak menegah DF-26B yang diluncurkan dari provinsi barat laut Qinghai dan rudal balistik DF-21D yang diluncurkan dari provinsi Zhejiang di timur.

Menurut Global Times, rudal balistik DF-26B, yang secara resmi diluncurkan awal bulan ini, mampu mencapai target bergerak di laut dan menjadikannya rudal ‘pembunuh kapal induk’.

Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Kolonel Senior Wu Qian juga mengatakan bahwa rudal DF-26B dapat membawa hulu ledak konvensional atau bahkan nuklir serta mampu meluncurkan serangan yang tepat dan presisi ke target darat dan laut.

Lebih lanjut, Wu Qian mengatakan bahwa rudal DF-26B itu mampu menjangkau target sejauh 4.500 km (2.796 mil), sehingga rudal DF-26 dapat mencapai Pasifik Barat dan Samudra Hindia, serta fasilitas Amerika di Guam, Pulau Diego Garcia di Inggris, dan bahkan Australia.

Sementara rudal DF-21D merupakan sistem rudal balistik anti-kapal, yang juga dimaksudkan untuk menyerang kapal-kapal yang bergerak di laut.

Berbicara dengan syarat anonim kepada Reuters, seorang pejabat AS mengonfirmasi penembakan kedua rudal tersebut pada hari Rabu (27/8) namun masih belum memastikan jenis rudal yang diluncurkan.

Sementara itu, Pentagon mengkonfirmasi penerbangan pesawat mata-mata U-2 dan menambahkan bahwa aktivitas di kawasan Indo-Pasifik berada ‘dalam aturan dan regulasi internasional yang diterima yang mengatur penerbangan pesawat.’

Salah seorang sumber anonim mengatakan kepada SCMP, kedua rudal itu ditembakkan ke daerah antara provinsi Hainan dan Kepulauan Paracel yang disengketakan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Pertahanan AS Mark Esper mengatakan bahwa China telah berulang kali gagal memenuhi janji untuk mematuhi hukum internasional. Ia mencatat bahwa China meruapakan negara yang paling ‘melenturkan ototnya’ di Asia Tenggara, seperti dilansir dari Aljazeera.

Pada gilirannya, Duta Besar China untuk Inggris Liu Xioming balas mengomentari Langkas AS di LCS ‘sangat menggangu’ latihan militer China.

“Langkah AS tersebut sangat mengganggu latihan normal dan kegiatan pelatihan China, dan melanggar aturan perilaku untuk keselamatan udara dan maritim antara China-AS, serta praktik internasional yang relevan. Kami mendesak AS untuk menghentikan tindakan provokatif dan berbahaya tersebut,” tulis Liu Xioming di Twitter resminya, Kamis (27/8).

Selain itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China menggambarkan langkah AS yang menerbangkan pesawat mata-mata di saat China latihan sebagai ‘tindakan provokatif’ dan mendesak AS untuk berhenti melakukannya.

Pada Juli, dua pesawat AS melakukan latihan ‘kebebasan navigasi’ dan latihan militer dengan sekutunya di Laut China Selatan. Latihan itu kemudian memicu kemarahan dari Beijing.

Di Tengah Situasi Yang Memanas

Peluncuran rudal itu dilakukan di tengah situasi yang semakin memanas saat AS mengumumkan bahwa mereka memasukkan 24 perusahaan China ke dalam daftar hitam dan menargetkan individu yang dikatakannya sebagai bagian dari konstruksi dan tindakan militer di LCS.

Departemen Perdagangan AS mengatakan dua lusin perusahaan asal China itu memainkan ‘peran dalam membantu militer China membangun dan memiliterisasi pulau-pulau buatan yang dikutuk secara internasional di Laut China Selatan.’

Secara terpisah, Departemen Luar Negeri AS mengatakan akan memberlakukan pembatasan visa pada individu China ‘yang bertanggung jawab, atau terlibat’ dalam tindakan tersebut.

Departemen Luar Negeri AS juga membati visa individu yang terkait dengan ‘penggunaan paksaan China terhadap penuntut Asia Tenggara untuk menghalangi akses mereka ke sumber daya lepas pantai.’

Pada Juli, Washington mengatakan pihaknya dapat memberikan sanksi kepada pejabat dan perusahaan China yang terlibat dalam pemaksaan di LCS setelah mengumumkan sikap yang lebih keras yang menolak klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di sana sebagai ‘sepenuhnya melanggar hukum.’

China mengklaim hampir semua LCS yang berpotensi kaya energi, tetapi Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim sebagian wilayah.

Wilayah LCS sendiri merupakan wilayah yang strategis di mana wilayah itu dilalui lebih dari transaksi perdagangan senilai US$ 3 triliun setiap tahun. Selain itu, LCS juga dikenal mempunyai sumber cadangan minyak dan gas alam yang besar.

AS menuduh China melakukan militerisasi di LCS dan mencoba mengintimidasi negara-negara di Asia.

Kapal-kapal perang AS pun telah ‘hadir’ di sekitaran LCS untuk menegaskan kebebasan akses ke perairan internasional, yang mana langkah itu dianggap menimbulkan ketakutan akan konfrontasi, hingga peperangan berskala penuh.

Seorang juru bicara kedutaan besar China di Washington mengutuk sanksi AS dan mengatakan sanksi itu ‘sama sekali tidak masuk akal.’ Ia pun mendesak AS untuk membatalkannya.

“[Kepulauan Laut China Selatan] merupakan bagian integral dari wilayah China, dan sepenuhnya dibenarkan bagi kami untuk membangun fasilitas dan mengerahkan peralatan pertahanan yang diperlukan di sana,” kata juru bicara itu.

“Pemerintah China memiliki tekad kuat untuk menjaga kedaulatan dan integritas teritorialnya.”