Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

LBH Makassar
Ilustrasi Aktivisme Pencinta Lingkungan & Feminis (Foto: Walhi Sulawesi Selatan)

LBH Makassar Soroti Peran Perempuan dalam Gerakan Feminisme dan Krisis Lingkungan



Berita Baru, Makassar – Dalam sebuah opini yang diterbitkan di laman resmi LBH Makassar pada Jumat (29/11/2024), Nunuk Parwati Songki, Staf Perempuan, Anak, dan Disabilitas YLBHI-LBH Makassar, mengulas tentang kompleksitas gerakan feminisme di tengah isu krisis lingkungan yang semakin nyata. Tulisan berjudul Gerakan Feminisme, Kenyataan dan Posisi Per(t)empu(r)an itu menggambarkan peran perempuan sebagai korban sekaligus penggerak dalam menghadapi permasalahan ini.

Nunuk menyampaikan bahwa isu gender telah berkembang melampaui akses pendidikan, kesehatan, hingga isu reproduksi dan pekerjaan. Saat ini, perempuan dihadapkan pada tantangan yang melibatkan degradasi lingkungan akibat eksploitasi kapitalisme dan patriarki. “Perempuan sering kali menjadi korban pertama dari kerusakan lingkungan, mengalami trauma, kekerasan ekonomi, hingga femisida,” ungkapnya.

Menurutnya, berbagai aliran feminisme menawarkan pandangan dan solusi yang berbeda terhadap krisis lingkungan, mulai dari feminisme liberal, sosialis, Marxis, hingga ekofeminisme. Ia menjelaskan bahwa feminisme liberal, misalnya, berfokus pada kesetaraan hak hukum perempuan dengan laki-laki, termasuk dalam pengelolaan lingkungan. Namun, pendekatan ini dinilai belum cukup karena sering kali gagal mengatasi akar masalah eksploitasi.

“Feminisme liberal sering kali terjebak dalam ego sentris dan kurang melibatkan perempuan akar rumput,” ujar Nunuk. Ia menambahkan bahwa feminisme sosialis dan Marxis memiliki pandangan lebih struktural, mengaitkan penindasan perempuan dengan kapitalisme. Namun, jalan menuju sosialisme, seperti yang dirumuskan Karl Marx, dianggapnya sebagai ilusi di era modern.

Nunuk juga mengkritik regulasi yang memperburuk kondisi perempuan dan lingkungan, seperti UU Ciptaker dan UU Minerba. “Peraturan-peraturan ini justru memperkuat posisi pemodal dan mengabaikan perlindungan buruh perempuan serta lingkungan hidup,” tegasnya.

Sebagai solusi, Nunuk mengajak gerakan feminisme untuk lebih kolaboratif. “Kita perlu duduk bersama, melibatkan perempuan akar rumput hingga kelas atas, dan mendorong kebijakan yang lebih berpihak pada lingkungan dan perempuan. Jangan sampai kita terpecah oleh ego sektoral,” katanya.

Mengakhiri opininya, Nunuk meminjam kata-kata advokat perempuan Katsi Cook, “Perempuan adalah lingkungan pertama. Dari tubuh perempuan mengalir hubungan generasi-generasi ini, baik dengan masyarakat maupun dengan alam.”

Tulisan ini menjadi pengingat bahwa gerakan feminisme memiliki potensi besar dalam menghadapi krisis lingkungan jika mampu bersatu melampaui sekat ideologi dan kelas sosial. Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia, yang juga diperingati pada tanggal ini, menjadi momen refleksi untuk memperkuat solidaritas perempuan dalam berbagai lini perjuangan.