Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Layangkan Surat Keberatan, Tim Advokasi Kebebasan Akademik Menyebut KLHK Anti-Sains

Layangkan Surat Keberatan, Tim Advokasi Kebebasan Akademik Menyebut KLHK Anti-Sains



Berita Baru, Jakarta – Tim Advokasi Kebebasan Akademik layangkan keberatan atas kebijakan larangan peneliti asing oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang tertuang dalam Surat KLHK nomor S.1447/MENLHK-KSDAE/KKHSG/KSA.2/9/2022.

Tim Advokasi menyebut kebijakan Menteri LHK Siti Nurbaya itu bentuk kebijakan anti-sains yang membatasi kebebasan akademik serta wujud kontrol kekuasaan atas produksi pengetahuan yang melanggar prinsip kebebasan akademik dan otonomi keilmuan. 

“Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi serta melanggar Komentar Umum No. 13 Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (“Ekosob”) yang telah diratifikasi melalui UU No. 11 Tahun 2005,” tulis Tim Advokasi Kebebasan Akademik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/12).

Kedua, Tim Advokasi  juga melihat, surat KLHK itu adalah bukti tidak digunakannya riset sebagai basis pembuatan kebijakan dan hanya bisa menerima hasil penelitian yang sesuai dengan selera, kehendak dan kepentingan pemerintah. 

“Keengganan KLHK untuk menggunakan tradisi ilmiah dalam menyatakan ketidaksetujuan tersebut adalah bentuk sikap anti-sains yang bertentangan dengan narasi yang kerap didengungkan pemerintah sendiri mengenai pembuatan kebijakan berbasis riset,” terangnya.

Ketiga, surat KLHK tersebut telah bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), yaitu asas kemanfaatan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, serta kepentingan umum. 

Menurut Tim Advokasi, surat tersebut tidak memiliki ratio legis yang harmonis dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Selain itu, tindakan mengeluarkan SK tersebut adalah bentuk tindakan penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 

Akibatnya, membatasi ruang kebebasan akademik yang melanggar prinsip kelima Surabaya Principle of Academic Freedom, yaitu melakukan pembatasan dan penggunaan otoritas di luar lingkup kewenangan yang mana merugikan kepentingan umum dan menghambat ruang partisipasi.

“Mengingat bahwa ilmu bersifat relatif, perbedaan dalam kerangka keilmuan adalah usaha untuk menemukan kebenaran yang baru lewat diskursus ataupun dialektika.Maka, perbedaan pemikiran seharusnya ditanggapi dengan diskusi, perdebatan dan upaya saling mengkritik dalam kerangka keilmuan, bukan menyerang pribadi-pribadi karena tidak suka. Argumentum ad hominem dalam SK tersebut, menghambat proses perkembangan keilmuan dan perlindungan terhadap orangutan secara optimal,” terangnya.

Oleh sebab itu, Tim Advokasi Kebebasan Akademik meminta dan mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Mencabut Surat nomor S.1447/MENLHK-KSDAE/KKHSG/KSA.2 9/2022 perihal Pengawasan Penelitian Satwa karena merupakan bentuk kebijakan anti-sains yang mencederai independensi sains dan kebebasan akademik serta bertentangan dengan pembuatan kebijakan berbasis riset.

Ia mendorong KLHK menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik, khususnya komunitas ilmiah, karena telah menggunakan kekuasaan dalam menyatakan ketidaksetujuan atas hasil penelitian, bukan menggunakan karya akademik.

Selain itu juga menghentikan praktik pembatasan kebebasan akademik, membuka ruang partisipasi berbasis sains/ilmiah serta tidak melanggar independensi riset yang dilakukan oleh setiap orang demi kepentingan umum dan perlindungan hak.

“Memfasilitasi pertemuan untuk membahas tren populasi orangutan secara terbuka, transparan dan akuntabel menggunakan data berbasis sains/ilmiah yang tersedia bagi masyarakat, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas keterbukaan informasi untuk kepentingan satwa dan lingkungan hidup, serta sebagai bentuk pelaksanaan pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik,” tegasnya.

Sebelumnya, pada 19 Agustus 2022 lalu, Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, menyebut populasi orangutan di Indonesia jauh dari kepunahan. Hal tersebut diucapkan olehnya pada peringatan Hari Orangutan Sedunia.

Sejumlah tim peneliti asing yang terdiri dari Erik Meijaard dan Julie Sherman melakukan kajian riset mengenai orangutan di Indonesia. Hasilnya, penelitian tersebut menemukan populasi orangutan di Indonesia terus menurun dan tidak ditemukan data yang menunjukkan sebaliknya.

Kedua peneliti tersebut kemudian mempublikasikan hasil riset mereka ke internet pada 15 September 2022 dengan menulis artikel opini berjudul, Orangutan Conservation Needs Agreement on Data and Trends.

Sehari sebelum artikel tersebut rilis, pada 14 September 2022, KLHK menyatakan bahwa temuan para peneliti mengenai penurunan populasi orangutan sebagai temuan dengan “indikasi negatif dan dapat mendiskreditkan pemerintah cq KLHK”.

Sehingga KLHK memerintahkan Kepala Balai Besar/Balai Taman Nasional dan Kepala Balai Besar/Balai SDA yang pada pokoknya untuk tidak memberikan pelayanan dan tidak melayani permohonan para peneliti asing atas nama Erik Meijaard, Julie Sherman, Marc Ancrenaz, Hjalmar Kuhl dan Serge Wich dalam semua urusan perizinan terkait dengan kegiatan konservasi dalam kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.