Lagi, Seorang Wanita Tewas Akibat Tembakan Polisi di Myanmar
Berita Baru, Internasional – Seorang wanita dilaporkan tewas terkena tembakan saat polisi Myanmar mengambil tindakan keras terhadap para pemrotes anti-kudeta. Tembakan gas air mata dan peluru karet diluncurkan, serta menahan puluhan orang.
Kekerasan yang dilakukan polisi terjadi beberapa jam setelah duta besar negara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan pidato yang menyerukan tindakan internasional untuk memulihkan demokrasi dan melindungi rakyat.
Gelombang aksi protes pada hari Sabtu (27/2), disambut dengan tanggapan agresif oleh pasukan keamanan di dua kota terbesar, Yangon dan Mandalay. Di pusat kota Monywa, wanita tersebut ditembak mati, menurut laporan media lokal.
Rekaman video yang beredar memperlihatkan polisi di kota itu memukuli pengunjuk rasa, termasuk seorang pria yang ditendang terpelanting ke tanah, sementara petugas mengarahkan senjata mereka kepada massa aksi.
Di Yangon, polisi mulai menangkap pengunjuk rasa di persimpangan Hledan Center, tempat berkumpul para demonstran, pada Sabtu pagi. Kelompok menyebar ke seluruh kota, kemudian dikejar oleh petugas.
“Saya mendengar mereka memiliki izin untuk menembak. Mereka mencoba untuk menunjukkan bahwa mereka dapat mengendalikan situasi tetapi itu bohong. Seluruh negeri sedang kacau,” kata seorang pengunjuk rasa.
“Mereka bukan militer atau polisi. Mereka adalah teroris,” kata yang lain.
Di salah satu jalan pusat kota, kerumunan demonstran berbaris bersama dibarengi dengan riuh klakson mobil dan tepuk tangan warga, sebelum mereka ditindak oleh polisi. Beberapa ditangkap, yang lain tersebar dan berkumpul kembali. Petugas meledakkan granat kejut dan menembakkan senjata ke udara.
Laporan sementara menyebut sebanyak 700 orang telah ditahan, meski belum jelas berapa jumlah keseluruhan yang ditangkap pada hari Sabtu. Di antara yang menjadi korban tahanan terbaru adalah wartawan.
Pada Jumat malam, duta besar Myanmar untuk PBB mengimbau komunitas internasional untuk menggunakan segala cara untuk mengambil tindakan terhadap militer Myanmar dan untuk memberikan keselamatan dan keamanan bagi rakyat Myanmar.
MRTV, saluran televisi yang dikelola pemerintah Myanmar, menyiarkan pengumuman pada hari Sabtu dari kementerian luar negeri bahwa Kyaw Moe Tun telah diberhentikan dari jabatannya karena tidak mengikuti instruksi pemerintah dan mengkhianatinya.
Saat berbicara kepada majelis umum PBB, Kyaw Moe Tun, mendesak semua negara untuk mengeluarkan pernyataan publik yang mengutuk keras kudeta tersebut, dan menolak untuk mengakui rezim militer.
Saat mengakhiri pidatonya, dia mengangkat tangannya untuk memberi hormat tiga jari, gerakan simbolis yang digunakan oleh para demonstran, dengan menyatakan: “Tujuan kita akan menang.”
Protes terus berlangsung di seluruh Myanmar selama beberapa pekan terakhir, diikuti ratusan ribu orang turun ke jalan, dan unjuk rasa besar lainnya diperkirakan terjadi pada hari Minggu. Sejumlah besar pekerja – dari petani, hingga pekerja kereta api, dokter, dan pegawai negeri – juga melakukan pemogokan sebagai bagian dari kampanye pembangkangan sipil yang bertujuan untuk melumpuhkan junta militer.
Tindakan militer tersebut telah dikecam oleh sekjen PBB, dan memicu sanksi dari AS dan Inggris. Beberapa perusahaan juga telah mengakhiri proyek bisnis di negara tersebut. Pada hari Sabtu, Woodside Petroleum Ltd Australia mengatakan akan menghentikan kontraknya di Myanmar karena kekhawatiran tentang pelanggaran hak.
Sebanyak lima orang dilaporkan tewas karena represifitas polisi selama aksi sejak kudeta. Seorang pria, merupakan korban keenam, ditembak mati saat mengambil bagian dalam patroli malam secara sukarela untuk melindungi tetangganya dari penggerebekan oleh pihak berwenang.