Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kudeta Myanmar: Tentara Memblokir Akses Facebook
(Foto: The Guardian)

Kudeta Myanmar: Tentara Memblokir Akses Facebook



Berita Baru, Internasional – Beberapa hari usai pengkudetaan terhadap Aung San Suu Kyi, tentara Myanmar memblokade akses Facebook untuk mencegah gerakan-gerakan pemberontakan dan protes.

Facebook, sebagai salah satu media paling populer di Myanmar telah digunakan untuk memobilisasi kampanye pembangkangan sipil petugas kesehatan di puluhan rumah sakit untuk turun jalan memprotes tindakan militer.

Hal serupa juga dilakukan untuk mengoordinir sebuah protes simbolik di Myanmar, di mana penduduk menuju balkon, memukul panci dan wajan mereka yang secara simbolis berarti mengusir kejahatan.

Kementerian komunikasi dan informasi mengatakan, Facebook yang digunakan oleh setengah dari 53 juta orang Myanmar, akan diblokir hingga Minggu, menambahkan bahwa orang-orang telah mengganggu stabilitas negara dengan menggunakan jaringan untuk menyebarkan berita palsu dan informasi yang salah.

Facebook, sebagaimana dilansir dari The Guardian, Kamis (4/2), mengonfirmasi bahwa mereka mengetahui gangguan tersebut, sementara NetBlocks, yang memantau pemblokiran internet di seluruh dunia mengatakan, penyedia layanan di Myanmar juga memblokir atau membatasi akses ke Instagram dan WhatsApp, yang juga dimiliki oleh Facebook.

Reuters melaporkan bahwa upaya untuk memblokir media sosial tidak merata, dan beberapa masih dapat mengakses situs tersebut. Sementara yang lain menggunakan jaringan pribadi virtual (VPN) yang diunduh untuk menerobo pemblokiran.

Terlepas dari upaya militer untuk melarang aktivisme, protes terus bermunculan. Pada hari Kamis, protes pertama terhadap kudeta militer terjadi di kota Mandalay yang menyerukan: “Pemimpin kami yang ditangkap: bebaskan sekarang, bebaskan sekarang”. Kelompok itu dengan cepat dikejar oleh polisi anti huru hara, situs berita Myanmar Now melaporkan.

Aung San Suu Kyi, yang ditahan dalam penggerebekan pada Senin pagi, didakwa pada Rabu dengan kepemilikan walkie-talkie yang diimpor secara ilegal, yang dapat dijatuhi hukuman dua tahun penjara.

Pesan-pesan yang dibagikan di Facebook sebelum protes malam minggu menyerukan kepada penduduk untuk pergi ke balkon mereka dan berteriak: “Kami berdoa agar Aung San Suu Kyi sehat”; “Kami berdoa agar Myanmar menerima kebebasan”; dan, “Kami berdoa semoga kendali militer berakhir”.

Militer telah membenarkan pengambilalihan tersebut dengan menuduh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Aung San Suu Kyi, melakukan kecurangan saat pemilu pada November lalu, sebuah klaim yang dibantah oleh pengamat. Partai Aung San Suu Kyi mendapatkan 396 dari 476 kursi dalam pemungutan suara baru-baru ini yang merupakan pemilihan terbuka pertama dalam beberapa dekade.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berjanji akan meningkatkan tekanan internasional untuk memastikan hasil pemungutan suara dapat diterima. “Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk memobilisasi semua aktor kunci dan komunitas internasional untuk memberikan tekanan yang cukup pada Myanmar untuk memastikan bahwa kudeta ini gagal,” kata Antonio Guterres, sekretaris jenderal PBB kepada The Washington Post, Rabu (3/2).

 “Ini benar-benar tidak dapat diterima setelah pemilu – pemilu yang saya yakini berlangsung normal – dan setelah periode transisi yang besar.”

.Kudeta terjadi satu dekade setelah militer – yang memerintah Myanmar selama sekitar 50 tahun – setuju untuk berbagi kekuasaan dengan para pemimpin sipil.

Ketika ditanya tentang dakwaan Aung San Suu Kyi (75), Guterres berkata: “Jika kami dapat menuduhnya atas sesuatu, (itu) adalah bahwa dia terlalu dekat dengan militer, apakah dia terlalu melindungi militer.”

Kepala PBB juga menyesalkan bahwa dewan keamanan tidak dapat menyetujui pernyataan umum tentang kudeta Myanmar, setelah pertemuan darurat yang diprakarsai oleh Inggris.

Menurut draf teks yang diusulkan pada awal minggu, dewan keamanan akan mengungkapkan keprihatinan yang mendalam dan mengutuk kudeta tersebut, dan akan menuntut militer untuk segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak sah.