Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Petani Pakel
(Foto: istimewa)

Kronologi Penangkapan 3 Petani dan Aparat Desa Pakel di Banyuwangi



Berita Baru, Jakarta – Penangkapan terhadap tiga orang petani dan tiga perangkat desa di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur oleh polisi dari Polda Jawa Timur diduga tak sesuai prosedur.

Diduga penangkapan yang terjadi pada Jumat (3/2/2023) berkaitan dengan konflik lahan di Desa Pakel tersebut.

Tiga petani tersebut berasal dari Desa Pakel, Kecamatan Licin. Tiga perangkat desa yang turut ditangkap yakni Mulyadi (Kepala Desa), Suwarno (Kepala Dusun Durenan), dan Untung (Kepala Dusun Taman Glugoh).

Kabar penangkapan tersebut Direktur Walhi Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan. Penangkapan bermula saat Mulyadi, Suwarno, Untung, dan para petani berangkat menuju Desa Aliyan untuk, menghadiri rapat Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi.

Di tengah perjalanan menuju lokasi, tiba-tiba di wilayah Cawang, atau Rogojampi Selatan, mobil yang dinaiki mereka dicegat oleh tiga mobil tak dikenal.

“Sekitaran Isya atau kira-kira 19.30 WIB. Merangsek dan mendekat ke mobil warga sehingga kaget dan tidak bisa ke mana-mana,” kata Wahyu, melalui keterangannya, Sabtu (4/2/2023).

Selanjutnya, sekitar enam orang yang tidak dikenal meminta semua penumpang turun dari mobil. Mulyadi, Suwarno dan Untung lalu digiring masuk ke salah satu mobil yang mencegatnya.

Sementara sopir, Hariri, diminta mengendarai mobil desa dengan dikawal empat orang. Lalu, satu orang warga lainnya, Ponari ditinggalkan di tempat kejadian.

“Hampir seperti penculikan, sebab tanpa menunjukan surat penangkapan sangat tidak profesional. Tidak ada surat tugas, tiba-tiba dibawa,” ucap Wahyu.

Walhi menyebut para warga itu dibawa oleh polisi karena disebut mangkir dari panggilan pemeriksaan Polda Jawa Timur, Jumat (20/1/2023) kemarin.

Surat panggilan tersebut menetapkan tiga warga Pakel, yakni Mulyadi, Suwarno dan Untung sebagai tersangka Pasal 14 dan atau 15 Undang-undang nomor 1 Tahun 1946 tentang menyiarkan kabar bohong.

“Kami menilai saat undangan keterangan, sampai tersangka apa yang disangkakan tidak jelas, menyebarkan berita bohong? Berita bohongnya tidak jelas, seperti apa bentuknya, menimbulkan keonaran, keonaran seperti apa?,” ucap Wahyu.

Menurutnya, sejak awal kasus ini sudah menunjukkan ketidakprofesionalan institusi Polisi khususnya Polda Jatim.

“Kasus ini terjadi di wilayah konflik agraria, seharusnya Polda Jatim belajar dari kasus sebelumnya untuk penanganan, apalagi kasus ini adalah kasus yang sangat bias,” katanya.

Mereka pun mendesak Polda Jatim untuk membebaskan tiga petani itu untuk dibebaskan segera.

Mereka juga meminta ATR BPN, Komnas HAM dan lembaga terkait serius membela hak asasi manusia terutama mereka yang tengah berjuang untuk tanahnya.

” Semakin menambah catatan kasus pelanggaran hak asasi manusia,” pungkasnya