Kremlin Sesalkan Rencana AS Jatuhkan Sanksi dan Pembatasan kepada Rusia
Berita Baru, Internasional – Pada hari Rabu (10/6), Komite Studi Republik selaku kaukus Partai Republik terbesar di Dewan Perwakilan Rakyat AS, menerbitkan sebuah dokumen yang menyerukan Kongres untuk memojokkan dan memberi sanksi Rusia.
Pertama, dokumen itu menuduh Rusia sebagai negara pemberi dana dan pemberi sponsor terhadap terorisme, dengan tanpa memberikan bukti apapun.
“Satuan Tugas (Task Forece) merekomendasikan menunjuk Rusia sebagai sponsor negara terorisme untuk dukungannya terhadap IRGC [Korps Pengawal Revolusi Islam], Hezbollah, Taliban dan Gerakan Kekaisaran Rusia,” tulis proposal itu, seperti dilansir Urdupoint.
Kedua, dokumen itu juga menjatuhkan sanksi kepada Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) sampai mereka mengeluarkan Rusia dari sistem dan keanggotaannya.
“Amerika Serikat tidak mengendalikan SWIFT, tetapi dapat menggunakan pengaruhnya untuk menghapus Rusia dari SWIFT melalui undang-undang yang mengesahkan sanksi terhadap SWIFT sendiri jika tidak mengusir Rusia,” tulis paper itu.
Ketiga, dokumen itu juga menyerukan kepada Kongres untuk meminta Departemen Keuangan AS untuk menempatkan Vnesheconombank (VEB.RF) yang merupakan perusahaan pengembangan negara Rusia ke dalam daftar Nationals Designated Nationals dan Blocked Persons (SDN).
Selain ketiga hal tersebut, dokumen itu juga menyerukan Kongres untuk menjatuhkan sanksi sekunder pada pihak ketiga yang membantu proyek-proyek minyak dan gas Rusia, terutama entitas yang mendukung penyelesaian proyek Nord Stream 2.
Selain poin-poin di atas, terdapat poin-poin lain dalam dokumen itu, yang intinya ingin memberikan sanksi-sanksi yang membatasi dan merugikan Rusia.
Menanggapi hal itu, Rusia telah berulang kali membantah tuduhan tersebut dan melihat sanksi AS sebagai manifestasi dari persaingan tidak adil yang hanya dapat merusak hubungan bilateral.
Juru bicara Kremlin Peskov menyesali penerbitan dokumen itu terutama jika itu dilakukan menjadi satu langkah politik dan kebijakan dari Washington.
“Kami mengikuti laporan tentang pernyataan dan paper tentang pembatasan baru tersebut. Secara umum, kami melihat pembatasan seperti itu ilegal dari sudut pandang hukum internasional. Tentu saja, kami hanya dapat menyesali dorongan baru yang muncul dari beberapa orang dalam membuat kebijakan AS,” ujar Peskov kepada wartawan ketika ditanya apakah Kremlin mengetahui rencana tersebut, seperti dilansir Sputnik.
“Tentu saja, ini tidak akan berkontribusi pada normalisasi hubungan bilateral kami. Kami berharap rencana-rencana ini akan tetap menjadi pernyataan dan tidak akan terwujud,” imbuh Peskov.