KPU Bicara Peluang Pileg Tertutup, Fahri Hamzah: Jika Benar, Sudah Masuk Era Politik Partai Komunis
Berita Baru, Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengkritik keras pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy’ari soal peluang penerapan sistem pemilihan proporsional tertutup untuk pemilihan legislatif (Pileg) pada Pemilu 2024.
Fahri Hamzah menduga pernyataan Hasyim didorong oleh partai tertentu untuk melanggengkan kekuasaan. Bagi Fahri, jika pemilu hanya mencoblos partai, tidak dengan calegnya, Indonesia sudah masuk era politik partai komunis
“Kalau betul Ketua KPU (Hasyim Asyari) didorong partai politik untuk mengakhiri pencoblosan nama calon pejabat, khususnya wakil rakyat yang kita pilih. Itu artinya, kita sudah masuk era politik partai komunis, yang ingin menguasai dan mengontrol seluruh pejabat publik, khususnya anggota legislatif,” kata Fahri, dalam keterangannya, Jumat (30/12).
Selain itu Fahri juga mengkritik partai yang mendukung pemilihan proporsional tertutup untuk Pileg. Dia menyebut partai-partai tersebut haus kekuasaan, dalam pikiran mereka hanya menang dan berkuasa, tidak peduli apakah hal itu diperoleh secara demokratis atau tidak.
“Partai-partai ini hanya haus kekuasaan, tetapi tidak mau berpikir. Saya kira ini harus menjadi wake up call (panggilan untuk membangunkan seseorang, red.) bagi kita, bahwa sistem totaliter ingin diimplan secara lebih permanen di dalam negara kita. Ini berbahaya sekali,” ujar Fahri.
Mantan legislagor PKS itu khawatir penerapan sistem pemilu proporsional tertutup hanya akan membuat posisi partai semakin besar di mata negara. Sebab, partai memiliki wewenang penuh untuk menentukan nomor urut untuk kader-kader mereka dalam pemilu.
Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengatakan Pemilu 2024 kemungkinan akan menggunakan sistem proporsional tertutup atau memilih partai bukan caleg. Kemungkinan tersebut, saat ini sedang disidangkan di Mahkmah Konstitusi.
Sejumlah politisi mengajukan uji materi terhadap UU No. 7 tahun 2019 atau UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta MK membatalkan pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.
Jika MK mengabulkan gugatan itu, maka sistem proporsional daftar calon tertutup akan kembali diterapkan. Surat suara dalam pemilu hanya mencantumkan partai politik. Apabila partai politik menang dan mendapat jatah kursi, mereka berhak menentukan orang yang akan duduk di kursi itu.