KPK Usut Dugaan Pembuatan Dokumen Fiktif dalam Kasus Korupsi Bansos Beras
Berita Baru, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengusut dugaan adanya pembuatan dokumen fiktif dan manipulasi data dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020.
Terbaru, KPK tengah menyelidiki dugaan perintah pembuatan dokumen fiktif dalam kasus tersebut yang berasal dari mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR, Muhammad Kuncoro Wibowo (MKW), yang sekarang telah menjadi tersangka.
Dalam penyelidikan ini, KPK mendalami dua saksi mantan pejabat PT BGR, yaitu Kadivre Lampung PT BGR periode Januari-Oktober 2020 Slamet Baedowi, serta Kadivre Medan PT BGR September-Desember 2020 Sumarsono.
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, menjelaskan, “Didalami juga terkait dugaan adanya perintah Tersangka MKW untuk membuat berbagai dokumen fiktif terkait distribusi bansos dimaksud.”
Sebelumnya, KPK juga mengusut dugaan manipulasi pendataan penerima bansos beras oleh Kemensos. Dalam hal ini, penyidik mendalami dari internal PT BGR, dengan melibatkan Kadivre Bangka Belitung PT BGR November 2019-Oktober 2020, serta Kadivre DKI Jakarta Agustus-Desember 2020.
Dalam konteks ini, Ali Fikri menjelaskan, “Dua saksi ini juga didalami terkait distribusi beras di wilayah Bangka Belitung dan DKI Jakarta, serta dugaan adanya pendataan penerima beras yang dimanipulasi.”
KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyaluran bansos ini, termasuk Muhammad Kuncoro Wibowo, Direktur Utama BUMN PT BGR 2018-2021. Dugaan kerugian keuangan negara akibat kasus ini didasarkan pada fakta bahwa rekanan PT BGR, yaitu PT Primalayan Teknologi Persada (PT PTP), tidak melaksanakan kegiatan distribusi bansos namun tetap menerima pembayaran.
Dalam struktur kasus ini, Kemensos dan PT BGR sebelumnya menandatangani kontrak senilai Rp326 miliar untuk penyaluran bansos KPM PKH 2020. PT BGR diduga membayar Rp151 miliar kepada PT PTP meskipun distribusi bansos tidak terlaksana. Akibat tindakan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp127,5 miliar.