KPK Tahan Eks Pejabat Kemenag Tersangka Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa
Berita Baru, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkungan Ditjen Pendis Kementerian Agama, Undang Sumantri terkait dugaan korupsi pengadaan barang atau jasa di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Tahun 2011.
“Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan tersangka USM selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 4 Desember 2020 sampai dengan tanggal 23 Desember 2020 di Rumah tahanan Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK,” kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers, Jumat (04/12).
Sebelum ditahan, Undang akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di Kavling C1, Gedung ACLC KPK.
Undang merupakan tersangka dugaan korupsi pengadaan barang atau jasa di lingkungan Kementerian Agama Tahun 2011. Sebelumnya, KPK telah menetapkan Undang sebagai tersangka.
Penetapan tersangka berdasarkan pengembangan kasus korupsi pengadaan Peralatan Laboratorium Komputer untuk Madrasah Tsanawiyah dan Pengadaan Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi untuk Jenjang Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag tahun 2011.
Dalam kasus ini, KPK sebelumnya telah memproses mantan anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar yang telah divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan barang atau jasa di Kementerian Agama Tahun 2011.
Selain itu, Dendy Prasetia yang merupakan anak Zulkarnaen Djabar, selaku rekanan Kemenag divonis penjara dalam kasus yang sama.
Zulkarnaen bersama-sama Dendy dan Fahd El Fouz telah mempengaruhi pejabat di Kemenag untuk memenangkan PT BKM sebagai Pelaksana Proyek Pengadaan Lab Komputer MTs pada TA 2011.
Atas perbuatannya membantu memuluskan pemenangan PT BKM, ketiganya kemudian menerima aliran dana terkait proyek tersebut.
Negara diperkirakan rugi Rp 16 miliar dalam kasus ini. Rinciannya, pengadaan peralatan laboratorium komputer untuk Madrasah Tsanawiah merugikan negara Rp 12 miliar. Sedangkan pengembangan sistem komunikasi merugikan negara Rp 4 miliar.
Undang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.