Kosovo akan Meningkatkan Kehadiran NATO untuk Memperkuat Keamanan
Berita Baru, Internasional – Perdana Menteri Kosovo, Albin Kurti, mengatakan pada Minggu (1/1) bahwa negaranya berniat untuk meningkatkan kehadiran personel militer NATO demi memperkuat perdamaian dan keamanan di Balkan Barat.
“Peningkatan yang signifikan dalam jumlah tentara dan peralatan militer NATO akan meningkatkan keamanan dan perdamaian di Kosovo dan di seluruh wilayah Balkan Barat,” kata Kurti kepada media Jerman.
Seperti dilansir dari Sputnik News, Republik Kosovo saat ini sedang meningkatkan pengeluaran pertahanan dan jumlah tentara serta cadangannya, catat perdana menteri.
“Peningkatan jumlah tentara di pasukan penjaga perdamaian NATO KFOR (Pasukan Kosovo) akan mendukung upaya pertahanan kami,” kata Kurti.
Pasukan penjaga perdamaian internasional pimpinan NATO di Kosovo saat ini memiliki sekitar 3.800 tentara KFOR yang dikerahkan di republik itu, termasuk sekitar 70 tentara dari Jerman. Kurti juga mengatakan bahwa hingga 400 personel militer Jerman dapat dikirim ke Kosovo berdasarkan keputusan Bundestag, parlemen federal Jerman.
Situasi di Kosovo dan Metohija masih tegang. Pada 10 Desember, orang Serbia di utara Kosovo mulai membuat barikade sebagai protes terhadap penangkapan beberapa petugas polisi Serbia oleh otoritas Kosovo atas dugaan kejahatan perang dan terorisme sejak konflik 1998-1999.
Perang Kosovo pecah pada 28 Februari 1998 dan berlangsung hingga 11 Juni 1999 karena konflik bersenjata antara militer Serbia dan Tentara Pembebasan Kosovo yang dipimpin Albania, sebuah kelompok separatis yang bercita-cita untuk mendapatkan status republik konstituen di Yugoslavia. Di tengah permusuhan, kawasan itu menjadi sasaran serangan udara NATO yang tidak sah pada Maret-Juni 1999. Intervensi tidak sah tersebut mengakibatkan kematian lebih dari 2.500 orang, termasuk 87 anak-anak, dan menyebabkan kerusakan lebih dari $100 miliar.
Pada Februari 2008, Kosovo secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia dan hampir 100 negara anggota PBB sejak itu mengakui kemerdekaannya. Beberapa negara, termasuk Rusia, Serbia, Cina, Yunani, belum.