Korut Siapkan Kekuatan untuk Menangkal Kecaman AS
Berita Baru, Internasional – Pada hari Selasa (9/6), Korea Utara (Korut) memutuskan semua jalur komunikasi dengan Korea Selatan (Korsel), termasuk hotline militer. Korut juga memproklamirkan bahwa mereka akan mulai memperlakukan Korsel sebagai “musuh.”
Terkait hal itu, Kamis (11/6), Kementerian Luar Negeri AS Mike Pompeo ikut berkomentar. Ia mengatakan bahwa Washington kecewa dengan pemutusan hubungan sepihak dari Korut.
Pompeo juga mendesak Korut untuk kembali ke diplomasi dan kerja sama dengan ‘Republik Korea’.
Menanggapi komentar itu, direktur jenderal untuk urusan AS di Kementerian Luar Negeri Korut, Kwon Jong Gun menganggap komentar itu sebagai tindakan ceroboh di tengah situasi politik AS yang sedang kacau balau.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Korut Ri Son Gwon mencatat bahwa sejak pertemuan pertama mereka pada tahun 2018, Pyongyang belum melihat adanya peningkatan hubungan antara Presiden Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un.
“Tujuan strategis aman dari DPRK adalah untuk membangun kekuatan yang lebih kuat agar bisa mengatasi ancaman militer jangka panjang dari AS. Ini adalah pesan balasan kami ke AS pada kesempatan ulang tahun kedua 12 Juni [pertemuan pertama Kim Jong Un dan Presiden Trump],” ujar Ri Son Gwon dalam sebuah wawancara dengan kantor berita resmi DPRK, seperti dilansir Sputnik.
Pada 12 Juni 2018, Pemimpin Kim Jong Un dan Presiden Trump mencapai kesepakatan yang menetapkan bahwa Korea Utara akan melakukan upaya untuk mempromosikan denuklirisasi lengkap Semenanjung Korea dengan imbalan pembekuan latihan militer AS-Korsel dan potensi penghapusan sanksi AS.
Namun, hubungan antar-Korea, serta hubungan AS dan Korut mulai memburuk sejak pertemuan kedua Pemimpin Kim Jong Un dengan Presiden Trump yang diadakan di Vietnam pada Februari 2019. Pertemuan itu berakhir tanpa kesepakatan mengenai program senjata nuklir Korut atau sanksi PBB terhadap negara tersebut.
“Apa yang menonjol adalah bahwa harapan untuk meningkatkan hubungan yang tinggi antara DPRK dengan AS di bawah sorotan global dua tahun lalu, kini telah bergeser ke dalam keputusasaan. Kami tidak akan pernah lagi memberikan kepada kepala eksekutif AS paket lain untuk dimanfaatkan tanpa kami menerima pengembalian,” imbuhnya.
Korut dan PBB
Di hari yang sama, Rabu (10/6), seperti halnya Pompeo, Guterres juga mengecam keputusan Korut yang secara sepihak memutuskan hubungan dengan Korsel.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Stéphane Dujarric merilis sebuah pernyataan mengenai situasi di Semenanjung Korea sebagai berikut:
“Beralih pada situasi di Semenanjung Korea, karena saya telah ditanya tentang beberapa perkembangan terbaru, saya dapat memberitahu Anda bahwa Sekretaris Jenderal menyesalkan terputusnya saluran komunikasi antar-Korea oleh Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK). Saluran semacam itu diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman atau salah perhitungan.”
Menanggapi itu, Kamis (11/6), Pyongyang menyarankan agar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mungkin berpura-pura bertindak seperti orang mabuk.
Seorang juru bicara anonim untuk Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengecam komentar Dujarric, yang dibuat atas nama Guterres.
“Kita tidak bisa tidak mengekspresikan keheranan kita atas pernyataan sembrono seperti itu keluar dari pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tanpa pertimbangan akal sehat, apalagi pengetahuan dasar tentang hubungan antar-Korea,” kata juru bicara Korea Utara kepada KCNA, seperti dilansir Reuters.
“Hanya Sekretaris Jenderal PBB sendirilah yang akan tahu apakah dia berpura-pura membutakan dirinya terhadap pasal-pasal perjanjian antar-Korea tentang menghentikan semua permusuhan terhadap pihak lain atau ia sedang berpura-pura mabuk,” imbuh juru bicara itu.