Korban Meninggal di Irak Terus Bertambah, PBB: Harus Dihentikan
Berita Baru, Internasional – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan diakhirnya hilangnya nyawa–yang tidak masuk akal–di Irak seiring dengan jumlah korban tewas dari demonstrasi anti-pemerintah yang terus bertambah, mencapai hampir 100 orang.
PBB dan AS telah menyatakan keprihatinan atas kekerasan itu, dan mendesak pemerintah Irak untuk menahan diri.
Dilansir dari BBC, Minggu (6/10), Jeanine Hennis-Plasschaert, Kepala Misi Bantuan PBB untuk Irak, mengatakan: “(Banyak) kematian dan cedera dalam lima hari: ini harus dihentikan”.
“Mereka yang bertanggung jawab atas hilangnya nyawa harus dibawa ke pengadilan,” katanya.
Para pendemo mengatakan mereka menuntut berbagai isu, termasuk soal pengangguran, layanan publik yang buruk dan korupsi di negara itu.
Pada hari Sabtu, pasukan keamanan membubarkan unjuk rasa massa di timur Baghdad.
Lima orang disebut tewas dalam bentrokan terbaru di ibu kota. Pasukan keamanan kembali dilaporkan menggunakan peluru tajam dan gas air mata.
Setidaknya 99 orang meninggal dunia dan hampir 4.000 terluka sejak aksi demonstrasi terjadi di ibu kota pada Selasa silam, sebelum akhirnya menyebar ke Irak selatan, sebut komisi hak asasi manusia Irak.
Aksi ini dipandang sebagai tantangan besar pertama bagi pemerintahan Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi, yang terjadi hampir setahun sejak dia berkuasa.
Pihak berwenang telah berusaha mengendalikan aksi unjuk rasa melalui diterapkannya jam malam dan pemblokiran internet.
Jam malam di Baghdad dicabut pada Sabtu dan kelompok-kelompok kecil pengunjuk rasa mulai melakukan aksi kembali.
Alun-alun Tahrir Square telah menjadi titik aksi massa, namun tempat itu diblokir pada hari Sabtu, menurut kantor berita setempat.
Tidak hanya itu, beberapa stasiun TV diserang, termasuk kantor berita Al-Arabiya milik Arab Sauadi.
Di Nasiriyah, demonstran membakar markas enam partai politik yang berbeda. Menurut kantor berita AFP, ribuan orang juga melakukan akasi di kantor gubernur Diwaniyah.
Para demonstran tampaknya tidak dipimpin oleh siapapun saat ini dan kemarahan mereka semakin meradikalisasi tuntutan mereka, ujar wartawan BBC Sebastian.
Pada hari Jumat, Perdana Menteri Mahdi berjanji untuk merespon tuntutan para pendemo namun memperingatkan mereka tidak ada “solusi ajaib” untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di Irak.
Dia mengatakan telah memberikan dukungan penuh kepada pasukan keamanan, bersikeras mereka mematuhi “standar internasional” dalam berurusan dengan pengunjuk rasa.
Ulama Muslim Syiah paling senior di Irak, Ayatollah Ali al-Sistani, mendesak pemerintah untuk menanggapi tuntutan reformasi, dengan mengatakan bahwa pemerintah “tidak menjawab tuntutan rakyat untuk memerangi korupsi atau mencapai apa pun di lapangan”.
Kerusuhan dimulai secara spontan tanpa kepemimpinan formal di sebagian besar wilayah berpenduduk Syiah di selatan dan dengan cepat menyebar ke wilayah lain.
Irak memiliki cadangan minyak terbesar keempat di dunia, namun 22,5% dari 40 juta penduduknya hidup dengan pendatapan kurang dari US$1,9, atau sekitar Rp 26.000 per hari pada tahun 2014, menurut Bank Dunia.guran dan layanan publik yang buruk menjadi masalah ketidakpuasan yang dihadapi anak muda Irak saat ini.
Tingkat pengangguran di negara itu sebesar 7,9% tahun lalu dan hampir 17% dari populasi yang aktif secara ekonomi kini menganggur.
Tragedi tersebut adalah kerusuhan yang paling mematikan sejak ISIS dinyatakan kalah di Irak pada 2017.
Selain itu, kondisi kehidupan sangat yang buruk di beberapa daerah akibat dampak konflik serta layanan yang tidak memadai, turut memperparah situasi.