Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jeda Kemanusiaan Papua
Sejumlah warga Papua melakukan demonstrasi. (BBC)

KontraS Kritik Ketertutupan Informasi Pemerintah terkait Jeda Kemanusiaan Papua



Berita Baru, Jakarta – KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) menilai bahwa ketertutupan informasi terkait Jeda Kemanusiaan Papua menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani konflik bersenjata di wilayah tersebut. Kritik ini muncul setelah penandatanganan nota kesepahaman antara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Majelis Rakyat Papua (MRP), dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada 11 November 2022 di Jenewa.

Melalui siaran pers KontraS yang di rilis pada Senin (8/5/2024) menguraikan bahwa konflik bersenjata di Papua semakin meluas sejak serangan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) ke rayon militer TNI di Kisor pada akhir 2021. Sejak itu, enam wilayah di Papua – Maybrat, Pegunungan Bintang, Nduga, Intan Jaya, Yahukimo, dan Kabupaten Puncak – telah terdampak konflik, mengakibatkan puluhan ribu warga sipil mengungsi. Jeda kemanusiaan, yang dimaksudkan untuk menghentikan kontak senjata sementara dan memberikan bantuan kepada pengungsi, seharusnya menjadi langkah penting untuk merespons krisis ini.

Namun, KontraS menyatakan bahwa MoU tersebut tidak memadai untuk memperbaiki situasi di Papua. Jeda kemanusiaan yang diinisiasi tidak melibatkan pihak-pihak yang berkonflik, yaitu TNI dan TPN-PB. Menurut KontraS, kesepakatan semacam ini seharusnya melibatkan semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk menjamin perlindungan warga sipil.

“Keberadaan MoU ini tidak cukup untuk membawa perubahan signifikan. Tanpa melibatkan pihak-pihak yang berkonflik, seperti TNI dan TPN-PB, serta tanpa adanya deklarasi operasi militer resmi, mekanisme ini hanya menjadi formalitas belaka,” ujar KontraS dalam siaran persnya.

Lebih lanjut, KontraS menilai bahwa ketidakpatuhan terhadap hukum humaniter internasional, khususnya Konvensi Jenewa, mengabaikan prinsip perlindungan warga sipil. Tidak adanya akses resmi untuk International Committee of the Red Cross (ICRC) dan ketidakmampuan pemerintah untuk memenuhi komitmen terhadap Office of High Commissioner of Human Rights (OHCHR) menunjukkan kurangnya komitmen terhadap hak asasi manusia dan prinsip humaniter.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menolak mengakui jeda kemanusiaan sebagai hasil perundingan resmi pemerintah Indonesia. Dia juga menyatakan bahwa belum ada tim pelaksana yang dibentuk untuk kesepakatan tersebut.

“Jeda kemanusiaan seharusnya memberi kesempatan bagi distribusi bantuan kemanusiaan dan evakuasi korban. Namun, ketertutupan informasi dan kurangnya transparansi menunjukkan bahwa pemerintah gagal memahami akar masalah dan menyediakan solusi yang efektif,” tegas KontraS

KontraS mendesak pemerintah dan Komnas HAM untuk membuka isi nota kesepahaman jeda kemanusiaan secara transparan dan memastikan keselamatan warga sipil serta pemenuhan kebutuhan pengungsi sesuai dengan hukum humaniter dan hak asasi manusia. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah nyata untuk memperbaiki situasi di Papua dan tidak hanya mengandalkan kesepakatan formal yang tidak melibatkan semua pihak yang berkonflik.