KontraS Kecam Penembakan oleh Anggota Polri di Semarang dan Bangka, Sebut sebagai Pelanggaran HAM Berat
Berita Baru, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam siaran persnya yang terbit pada Kamis (28/11/2024), mengutuk keras dua insiden penembakan oleh anggota Polri yang terjadi di Semarang dan Bangka Belitung pada Minggu (24/11/2024). Penembakan tersebut tidak hanya merenggut nyawa warga sipil tetapi juga menjadi bukti arogansi dan tindakan sewenang-wenang aparat kepolisian.
Dalam peristiwa pertama di Kota Semarang, Gamma Rizkynata Oktafandy (16), seorang anggota Paskibra SMKN 4 Semarang, tewas ditembak oleh diduga Ajun Inspektur Dua (Aipda) Robig Zaenudin dari Satres Narkoba Polrestabes Semarang. Selain Gamma, insiden ini juga melukai dua orang lainnya, berinisial A dan S.
Di tempat lain pada hari yang sama, penembakan juga terjadi di kebun kelapa sawit PT. Bumi Permai Lestari, Bangka Belitung. Benny, seorang warga Desa Berang, tewas setelah ditembak oleh anggota Brimob Polda Bangka Belitung yang menuduhnya mencuri sawit.
“Tindakan penembakan ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius, yakni pembunuhan di luar hukum atau extrajudicial killing. Polisi telah melanggar hak untuk hidup, yang dijamin oleh Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005,” ujar Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, dalam siaran pers yang diterbitkan Kamis (28/11/2024).
KontraS juga menyoroti pelanggaran Pasal 37 Kovenan Internasional tentang Hak Anak, yang melarang perlakuan kejam terhadap anak di bawah umur, seperti dalam kasus Gamma. Selain itu, tindakan aparat dinilai bertentangan dengan prinsip penggunaan kekuatan yang diatur dalam Perkap No. 1 Tahun 2009 dan Perkap No. 8 Tahun 2009.
“Senjata api hanya boleh digunakan dalam situasi darurat yang mengancam jiwa manusia. Namun, kedua insiden ini menunjukkan pelanggaran berat terhadap prosedur tersebut. Ini membuktikan kegagalan institusi Polri dalam mengindahkan instrumen hukum yang sudah ada,” tegas Dimas.
KontraS mendesak Polri untuk menjatuhkan sanksi berat kepada para pelaku, termasuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dan proses hukum pidana melalui peradilan umum. Mereka juga menuntut evaluasi mendalam terhadap tata kelola penggunaan senjata api oleh aparat.
“Berulangnya insiden serupa menunjukkan lemahnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelesaian kasus-kasus seperti ini. Langkah preventif sangat dibutuhkan untuk mencegah terulangnya tindakan pembunuhan di luar hukum oleh aparat kepolisian,” tutup Dimas.
KontraS meminta pemerintah dan Polri untuk segera mengambil langkah konkret demi memastikan keadilan bagi para korban dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat di masa depan.