Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

HAM di Indonesia
Foto: KontraS

KontraS: HAM Dikikis Habis Selama 2021



Berita Baru, Jakarta – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat bahwa selama tahun 2021, Hak Asasi Manusia di Indonesia dikikis habis.

“Kami melihat pola-pola pelanggaran HAM yang terus berulang sehingga kondisi HAM di Indonesia terus mengalami regresivitas,” kata Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS dalam keterangan tertulisnya, yang diunggah melalui akun Instagram @kontras_update, Minggu (2/1).

Fatia menilai selama bertahun-tahun, terutama di era Presiden Joko Widodo, HAM tak kunjung menjadi prioritas dan pertimbangan utama dalam pengambilan kebijakan.

Semangat perlindungan, pemenuhan dan penghormatan HAM, lanjutnya, kerap kali harus dihadap-hadapkan dengan misi pertumbuhan ekonomi serta pembukaan keran investasi seluas-luasnya.

“Demi menjaga stabilitas politik dan pembangunan, nilai-nilai HAM pun ditiadakan,” tuturnya.

Berdasar catatan Hari HAM KontraS 2021, pada 10 Desember 2021 yang lalu, pihaknya mengulas dan menjabarkan situasi hak asasi manusia berdasarkan beberapa klasifikasi, yakni hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial, dan budaya, kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua, penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu, dan komitmen HAM di level internasional.

“Kami juga menambahkan proyeksi situasi dan kondisi penegakan HAM ke depan dengan mendasari pada pola-pola yang terus terjadi belakangan ini,” kata Fatia, sebagaimana dikutip dari lama KontraS.

Disebutkan, dalam sektor hak-hak sipil politik, KontraS menyoroti pengekangan kebebasan sipil (civil liberties) semakin masif dilakukan. Hal tersebut ditandai dengan maraknya represi yang ditujukan kepada ekspresi masyarakat khususnya yang sedang menyeimbangkan diskursus negara seperti isu Papua dan lingkungan hidup.

“Sementara itu, dalam hal sektor ekonomi dan sosial budaya, kami menyoroti tanggung jawab negara dan perusahaan yang sangat minim dalam mengedepankan nilai-nilai HAM,” jelasnya.

Fatia juga menyebut, KontraS menyoroti represi yang terus terjadi terhadap pembela HAM di sektor SDA.

“Belum adanya peraturan yang secara komprehensif melindungi pembela HAM baik secara umum maupun khusus di sektor SDA, keberpihakan pemerintah terhadap korporasi atas dasar kepentingan investasi, ditambah peraturan perundang-undangan bermasalah akan membuat pembela HAM di sektor SDA semakin terancam,” terangnya.

Permasalahan lainnya yakni berkaitan dengan kekerasan dan konflik bersenjata di Papua yang semakin masif seiring dengan pendekatan keamanan yang terus dipertahankan.

“Politik hukum pendekatan tersebut akhirnya membuat kondisi Papua semakin mencekam, ditandai dengan munculnya ribuan pengungsi internal. Keputusan untuk menurunkan aparat dengan jumlah besar juga pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah dan hanya melanggengkan konflik yang terjadi,” kata Fatia.

Dalam hal penuntasan pelanggaran HAM berat, lanjutnya, pemerintah tak kunjung menjadikan agenda tersebut sebagai langkah serius dalam setahun terakhir.

Rencana Peraturan Presiden UKP-PPHB dan upaya penuntasan hanya dengan jalur non-yudisial semakin mempertegas bahwa Negara berniat menyelenggarakan penuntasan dan pemulihan yang berpijak terhadap versi yang tak sesuai dan malah berpihak terhadap kepentingan para pelanggar HAM.

“Presiden Jokowi masih memproduksi kontroversi yang tak sensitif akan kepentingan korban dan publik,” tegas Fatia.

Pada level Internasional, KontraS mencatat, pemerintah Indonesia masih terus menutup mata terhadap berbagai konvensi internasional yang bersifat progresif terhadap penegakkan HAM.

“Padahal, Indonesia memiliki daftar panjang pelanggaran HAM, utamanya yang terjadi di Papua. Ketidakseriusan pemerintah ini tercermin dari ditolaknya prinsip R2P yang dapat mencegah kejahatan kekejaman massal,” jelasnya.

“Di sisi lain, Indonesia juga belum menangani permasalahan iklim dengan serius. Pakta The Glasgow Climate Pact yang tidak diimplementasikan secara serius membuat laju deforestasi terus bergerak cepat dan semakin meningkatkan angka kekerasan terhadap orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada hutan,” tambah Fatia.

Berbagai permasalahan HAM di tahun ini tidak menunjukan adanya perbaikan signifikan terhadap kondisi perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi manusia.

“Atas dasar tersebut, di tahun 2022, dengan pola pelanggaran HAM yang terus terjadi, kami justru memproyeksikan situasi justru makin parah, baik di sektor sipil politik, ekonomi sosial budaya, pelanggaran HAM di Papua, penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu, dan komitmen di level internasional,” tukasnya.