Konferensi Pers KPK terkait OTT di Kalimantan Selatan
Berita Baru, Jakarta-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Plt Pekerjaan Umum Penataan Ruangan dan Pertanahan (PUPRT) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Maliki (MK) sebagai tersangka korupsi. Dia diduga menerima suap Rp345 juta mengenai pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU.
“Setelah dilakukan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK selanjutnya melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (16/9).
Maliki menjadi salah satu dari tujuh orang yang berhasil ditangkap saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Rabu (15/9). Dari tujuh orang yang terjaring OTT, KPK menetapkan tiga orang tersangka termasuk Maliki.
Selain Maliki, KPK juga menetapkan Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH) dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi sebagai tersangka. Dalam OTT tersebut, KPK bahkan menyita beberapa dokumen dan uang tunai sebesar Rp345 juta.
Kasus itu bermula saat Dinas PUTRP HSU berencana melelang dua proyek rehabilitasi. Proyek itu yang hendak direhabilitasi merupakan adalah jaringan irigasi DIR Kayakah di Desa Kayakah, Amuntai Selatan dengan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp1,9 miliar dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1,5 miliar.
“Sebelum lelang ditayangkan di LPSE, MK diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada MRH dan FH sebagai calon pemenang kedua proyek irigasi dimaksud dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen,” terang Alex.
Alex mengungkapkan hanya CV Hanamas yang mengajukan penawaran lelang proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, sementara untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang hanya CV Kalpataru dan CV Gemilang Rizki.
Lelang jaringan irigasi DIR Kayakah dimenangkan oleh CV Hanamas dan jaringan irigasi DIR Banjang dimenangkan CV Kalpataru. Kedua proyek itu memiliki nilai kontrak Rp1,9 miliar.
Alex menjelaskan, setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan Surat Perintah Membayar pencairan uang muka yang tindaklanjuti oleh BPKAD dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana/SP2D untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib (MJ) sebagai orang kepercayaan dari MRH dan FH.
“Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada MK yang diserahkan oleh MJ sejumlah Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai,” ujar Alex.
Atas perbuatannya Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.
Sementara, Maliki selaku penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 64 KUHP Jo Pasa 65 KUHP.
Alex mengatakan, untuk proses penyidikan para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama mulai 16 September sampai 5 Oktober 2021 di Rutan KPK. Maliki ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Marhaini di Rutan Gedung Merah Putih KPK, dan Fachriadi di Rutan Kavling C1.
“Untuk upaya antisipasi penyebaran Covid 19 dilingkungan Rutan KPK, para Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan masing-masing,” pungkasnya.