Komnas Perempuan Serukan Pencegahan Bunuh Diri di Kalangan Korban Kekerasan
Berita Baru, Jakarta – Pada Hari Pencegahan Bunuh Diri Internasional, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengeluarkan seruan penting untuk mencegah bunuh diri, khususnya di kalangan korban kekerasan berbasis gender. Komnas Perempuan mengajak semua pihak untuk mengenali tanda-tanda depresi, yang merupakan pemicu utama bunuh diri, guna menghindari tragedi ini.
Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional Polri, angka bunuh diri di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2019 terdapat 230 kasus, sementara pada 2023 jumlah tersebut melonjak menjadi 1.226 kasus. “Depresi merupakan faktor pemicu utama bunuh diri, dan prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok usia 15-24 tahun,” jelas Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat, dikutip dari siaran pers pada Kamis (10/10/2024).
Selain itu, Komnas Perempuan mencatat bahwa perempuan korban kekerasan berbasis gender menjadi kelompok yang rentan terhadap bunuh diri. Trauma berkelanjutan akibat kekerasan, ditambah kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar, memperparah kondisi korban. “Ada perempuan pendeta lulusan pasca sarjana yang mengakhiri hidupnya akibat kekerasan dalam rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa faktor penyebab bunuh diri pada perempuan korban kekerasan tidak selalu berkaitan dengan status sosial ekonomi atau pendidikan,” ungkap Rainy.
Komnas Perempuan juga menekankan pentingnya mengenali ungkapan-ungkapan seperti “ingin mati” atau “tak kuat menjalani hidup” sebagai sinyal bahwa korban kekerasan berbasis gender membutuhkan bantuan. “Kita dapat mencegah bunuh diri dengan memulai percakapan, merangkul korban, dan mencari bantuan untuk mengatasi depresi yang dialaminya,” tambah Rainy.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan tema tiga tahunan Hari Pencegahan Bunuh Diri, yaitu “Mengubah Narasi Bunuh Diri” dengan seruan untuk “Memulai Percakapan.” Seruan ini bertujuan menghapus stigma dan mendukung individu yang mengalami depresi, khususnya korban kekerasan berbasis gender.
Komisioner Komnas Perempuan lainnya, Siti Aminah Tardi, menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan melalui Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang pencegahan bunuh diri sebagai bagian dari upaya pencegahan gangguan kesehatan jiwa. “Pencegahan dilakukan melalui deteksi dini, konseling, dan dukungan psikologis,” ujarnya.
Komnas Perempuan juga menyoroti pentingnya registri bunuh diri, sebuah sistem pencatatan kasus yang mencakup data jenis kelamin, usia, metode bunuh diri, dan latar belakang korban. “Pembuatan statistik bunuh diri akibat kekerasan berbasis gender akan memberikan gambaran lengkap tentang permasalahan ini, sehingga kita bisa menyusun program pencegahan dan penanganan yang lebih tepat sasaran,” tutup Retty Ratnawaty, Komisioner Komnas Perempuan.
Dengan meningkatnya angka bunuh diri, terutama di kalangan perempuan korban kekerasan berbasis gender, Komnas Perempuan mengajak seluruh masyarakat untuk lebih peka terhadap tanda-tanda depresi dan mendukung upaya pencegahan agar tidak ada lagi nyawa yang hilang akibat kekerasan dan trauma yang diderita.