Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Komnas Perempuan: Lindungi Perawat dari Diskriminasi dan Kekerasan Berbasis Gender di Dunia Kerja

Komnas Perempuan: Lindungi Perawat dari Diskriminasi dan Kekerasan Berbasis Gender di Dunia Kerja



Berita Baru, Jakarta – Perlindungan terhadap perawat, terutama perempuan perawat, dari diskriminasi dan kekerasan perlu menjadi perhatian bersama. Pesan ini disampaikan Komnas Perempuan dalam memperingati Hari Perawat Nasional, 17 Maret. 

“Negara dan semua pihak perlu memastikan implementasi kebijakan perlindungan bagi perawat dengan mendukung Pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja serta mempertahankan perlindungan perawat dalam RUU Omnibus Law Kesehatan,” kata komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/3).

Menurut Komnas Perempuan, dalam melaksanakan tugasnya, perawat menghadapi sejumlah risiko. Sebagai orang yang mendapatkan pendidikan khusus dan profesional untuk merawat orang yang sakit (pasien), peran perawat dalam kesehatan masyarakat sangat penting. 

“Apalagi di masa krisis seperti situasi perang, bencana, dan pandemik seperti saat Covid-19. Karena tugasnya itu, perawat berisiko terpapar penyakit,” sambung Retty Ratnawati, yang juga berlatar belakang seorang dokter. 

Sejauh ini, Komnas Perempuan melihat perawat juga rentan mendapatkan kekerasan berbasis gender, terutama perempuan perawat. Kerentanan atas kekerasan dan diskriminasi yang dihadapi perempuan perawat berhubungan langsung dengan struktur sosial yang menempatkan perempuan sebagai subordinat laki-laki.  

“Konstruksi masyarakat mempengaruhi cara pandang dan perlakuan pasien terhadap perempuan perawat. Tak jarang perawat dalam situasi jam kerja berlebihan yang tidak sebanding dengan penghasilannya,” jelas Komisioner Tiasri Wiandani. 

Disebutkan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2021, perempuan perawat menempati jumlah terbesar, mencapai 71% dari 511.191 jumlah perawat di Indonesia. Komnas Perempuan juga mencatat bahwa perempuan perawat menghadapi kerentanan kekerasan, khususnya kekerasan seksual. 

“Pelaku kekerasan bisa dari pihak yang dirawat, rekan kerja, maupun orang yang tidak dikenal,” tambah perempuan yang mengampu isu perempuan pekerja tersebut.

Dalam rentang tahun 2022-2023, ada 9 kasus kekerasan terhadap perempuan perawat yang dilaporkan ke Komnas Perempuan. Tiga di antaranya adalah kekerasan yang terjadi di tempat kerja yang dilakukan oleh atasan dan rekan kerja terhadapnya. 

Komnas Perempuan menyebut, kondisi ini dapat pula diamati dari pemberitaan media, misalnya dalam kasus penganiayaan oleh keluarga pasien (Palembang), dibakar oleh orang tidak dikenal (Malang), dan pelecehan seksual dari rekan kerja (Medan).  

Bagi Komnas Perempuan, baik kekerasan yang dialami oleh perawat maupun yang dilaporkan dilakukan oleh perawat seperti yang diberitakan terjadi di Surabaya dan Jepara, perlu menjadi perhatian bersama. Kondisi ini menunjukkan bahwa ancaman terhadap keamanan di tempat kerja dan pelayanan kesehatan adalah nyata. 

Secara normatif perawat, dalam menjalankan profesinya mendapatkan jaminan perlindungan hukum dalam UU Kesehatan dan UU Keperawatan sepanjang pekerjaannya dilakukan sesuai prosedur, standar profesional dan kode etik.

“Rumah Sakit atau layanan Kesehatan harus memastikan prosedur pencegahan, penanganan dan pemulihan jika perawat menjadi korban kekerasan. Juga kita mendidik publik untuk menghormati profesi perawat sebagai profesi kemanusiaan,” ujar Siti Aminah Tardi, Komisioner Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan. 

Untuk menguatkan perlindungan bagi perawat dari diskriminasi dan kekerasan di tempat kerja, Komnas Perempuan mendorong ratifikasi Konvensi ILO 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, serta mempertahankan perlindungan dan standar kerja perawat dalam RUU Omnibus Law Kesehatan. 

“Kami mengharapkan RUU Omnibus Law Kesehatan ini nanti tidak hanya sekedar pengaturan untuk mempermudah regulasi perawat sebagai pencari kerja profesional, namun juga tetap mempertahankan perlindungan hukum bagi perawat, standarisasi profesionalisme dalam bidang keperawatan, dengan memperhatikan dinamika masyarakat yang sudah semakin bagus literasi hukumnya dan juga tentang pesatnya kemajuan teknologi informasi kesehatan,” tutur Retty Ratnawati mengenai sikap Komnas Perempuan pada RUU Omnibus Law Kesehatan.