Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Komnas Perempuan

Komnas Perempuan Desak Pemerintah Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat untuk Lindungi Perempuan Adat



Berita Baru, Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kembali menegaskan perlunya pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat (RUU-MHA) setelah lebih dari dua dekade tertunda. RUU ini, yang seharusnya menjadi mandat dari Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dinilai krusial untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, terutama perempuan adat yang terus menghadapi berbagai tantangan.

Menurut data dari Aliansi Masyarakat Nusantara (AMAN), Indonesia memiliki 2.161 komunitas masyarakat adat dengan total 4,57 juta orang, di mana sekitar 2,23 juta adalah perempuan. Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan, menjelaskan bahwa pengabaian perlindungan bagi perempuan adat telah menimbulkan kerentanan, terutama dalam konflik sumber daya alam dan tata ruang.

“Perempuan adat menghadapi kerentanan dalam konflik sumber daya alam dan tata ruang yang berkepanjangan sebagai dampak dari pembangunan,” ungkap Veryanto dalam Siaran Pers yang diterbitkan oleh Komnas Perempuan pada Sabtu (10/8/2024).

Komnas Perempuan mencatat selama dua dekade terakhir, terdapat 2.292 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk 115 kasus terkait konflik sumber daya alam. Komnas Perempuan juga telah menerima pengaduan dari perempuan adat mengenai dampak negatif dari aktivitas perusahaan pertambangan dan perkebunan terhadap kehidupan mereka.

Dewi Kanti dari Komnas Perempuan menyoroti berbagai kasus kriminalisasi yang menimpa perempuan pembela HAM, termasuk kasus di Desa Sihaporas dan Sorbatua Siallagan. “Kami mencatat 1.054 orang, terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang mengalami kriminalisasi akibat perjuangan mereka melindungi sumber daya alam dan lingkungan mereka,” ujarnya.

Di tengah pengabaian, Komnas Perempuan mengapresiasi upaya masyarakat sipil dalam mendesak pembahasan RUU MHA melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Komnas Perempuan juga memberikan amicus curiae dalam perkara tersebut untuk mendukung perspektif masyarakat sipil, terutama Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Komnas Perempuan menekankan pentingnya dukungan negara untuk mendorong pengesahan RUU MHA dan perlindungan masyarakat adat.

Dewi Kanti juga menegaskan pentingnya memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional yang jatuh pada 9 Agustus. Peringatan ini, menurutnya, seharusnya menjadi momentum bagi negara untuk menunjukkan komitmen terhadap hak masyarakat adat.

Komnas Perempuan mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU MHA dan mengesahkannya sebelum akhir periode jabatan. Mereka juga merekomendasikan pembentukan tim khusus lintas kementerian untuk mempercepat pembahasan dan fasilitasi perlindungan masyarakat adat di daerah, serta menghentikan kriminalisasi terhadap masyarakat adat dengan pendekatan restorative justice.

Berdasarkan urgensi tindakan afirmasi perlindungan terhadap perempuan masyarakat adat tersebut, Komnas Perempuan merekomendasikan:

  • Pemerintah dan DPR RI segera melakukan pembahasan RUU MHA pada periode akhir jabatan, sebagai wujud tindakan afirmasi pada perlindungan perempuan masyarakat adat.
  • Presiden agar membentuk tim khusus lintas kementerian/lembaga guna melakukan percepatan pembahasan RUU MHA.
  • Presiden memfasilitasi langkah-langkah pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat di daerah.
  • Mendesak aparat penegak hukum menghentikan kriminalisasi masyarakat adat yang berhadapan dengan hukum dan menggunakan pendekatan restorative justice dalam penyelesaian kasus-kasus hukum yang dialami masyarakat adat.