Komnas HAM Kecam Penangkapan 7 Masyarakat Adat di Sihaporas
Berita Baru, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyayangkan penangkapan tujuh warga Masyarakat Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada Senin, 22 Juli 2024, sekitar pukul 03.00 dini hari. Penangkapan dilakukan di rumah masing-masing warga oleh sekitar 50 orang menggunakan dua mobil keamanan dan truk coltdiesel.
Menurut informasi awal yang diterima Komnas HAM, beberapa korban ditangkap saat sedang tidur, diborgol, dan dibawa pergi di hadapan keluarga dan sejumlah warga yang terbangun. Korban yang ditangkap antara lain Tomson Ambarita, Jonny Ambarita, Gio Ambarita, Prando Tamba, Hitman Gogo Ambarita, dan Pak Kwin Ambarita.
Komnas HAM memberikan perhatian khusus terhadap insiden ini dan akan memantau perkembangan penanganan perkara tersebut. Penangkapan ini tidak dapat dipisahkan dari konflik agraria yang panjang antara Masyarakat Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas dengan PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL).
Komnas HAM mendesak perlindungan terhadap masyarakat adat dan pembela HAM yang merupakan kelompok rentan, serta meminta Polri untuk mengedepankan pendekatan HAM dan menghindari pemidanaan terhadap pihak yang berkonflik, terutama masyarakat adat dalam memperjuangkan hak atas tanah mereka.
“Tindakan tersebut dapat diidentifikasi sebagai upaya paksa yang tidak sah karena pihak yang berwenang melakukan penangkapan hanya penyidik, penyelidik atas perintah penyidik dan penyidik pembantu,” jelas Komnas HAM dalam pernyataannya pada Rabu (24/7/2024). Penangkapan menurut KUHAP harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, tidak dilakukan sewenang-wenang, memiliki landasan hukum, tidak menggunakan kekerasan, dan dilengkapi dengan surat perintah penangkapan.
Jika terdapat keterlibatan anggota Polri dalam proses tersebut, Komnas HAM mengingatkan bahwa penggunaan kekuatan Polri harus senantiasa menghormati prinsip dan standar HAM sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 dan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 untuk menghindari penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak bertanggung jawab.
Komnas HAM juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk terlibat dalam penyelesaian konflik agraria di sekitar wilayah kehutanan yang melibatkan korporasi dan masyarakat, khususnya masyarakat adat. Selain itu, korporasi seperti PT. Toba Pulp Lestari (TPL) didesak untuk memedomani Prinsip-Prinsip Bisnis dan HAM dalam kebijakan internal dan operasional perusahaan.
“Komnas HAM mengingatkan penggunaan kekuatan Polri harus senantiasa menghormati prinsip dan standar HAM sebagaimana Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, dan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 sebagai pedoman dalam penggunaan kekuatan guna menghindari kekuatan yang berlebih dan tidak bertanggung jawab,” tegas Komnas HAM.